Prahara Golkar Sumut Pasca Pemberhentian Ijeck

Medan-Mediadelegasi : Pasca Pemberhentian Musa Rajek Shah diberhentikan dari Nahkoda Golkar Sumut dan Pengangkatan Ahmad Doli Kurnia Tanjung terjadi kegamangan Politik diseputar Kepemimpinan DPD Golkar Sumut.

Dan Ketika akar dilemahkan melalui keputusan sepihak, pohon memang masih berdiri—namun rapuh. Golkar Sumut bisa kehilangan militansi kader, soliditas struktur, dan kepercayaan pemilih. Papar M Iksan Kurnia kepada Delegasi.

Data politik menunjukkan bahwa partai besar yang mengalami konflik internal menjelang Musda atau Pilkada cenderung kehilangan suara, bahkan terbelah menjadi faksi-faksi yang saling menjatuhkan. Golkar sendiri memiliki sejarah panj internal di berbagai daerah yang berujung pada kemerosotan elektoral.

Bacaan Lainnya

Oligarki Baru

Ketua MKGR Kota Medan M Ihsan Kurnia juga menyoroti dugaan bahwa konflik ini tidak berdiri sendiri, melainkan terkait konfigurasi kekuasaan nasional. Ketua Umum DPP Golkar, Bahlil Lahadalia, dinilai memiliki kepentingan menjaga kesinambungan kekuasaan politik pasca-Jokowi hingga era Prabowo.

Nama-nama seperti: Hendri Sitorus, Erni Aryanti Sitorus, dan Gubernur Sumut Bobby Nasution, muncul dalam pusaran spekulasi elite. Dalam konteks ini, Golkar Sumut diposisikan bukan sekadar organisasi politik daerah, melainkan alat tawar kekuasaan nasional.

Jika benar Musda diarahkan untuk mengunci hasil sejak awal, maka Golkar Sumut berisiko kehilangan ruh demokrasi internal yang selama ini menjadi salah satu pembeda partai besar dengan partai transaksional.

Konflik elite yang terbuka membawa konsekuensi serius: Turunnya kepercayaan kader akar rumput, melemahnya mesin partai menjelang Pilkada dan Pemilu berikutnya dan Potensi delegitimasi hasil Musda serta munculnya resistensi internal yang berkepanjangan.

Pengunduran diri Ilhamsyah adalah alarm awal. Jika suara-suara kritis terus diabaikan, bukan tidak mungkin Golkar Sumut mengalami erosi kekuatan secara perlahan namun pasti.

Pos terkait