Medan-Mediadelegasi:Letjend (Purn) DR Tiopan Bernhard Silalahi SH yang akrab disapa TB, meninggal dunia di Jakarta, Senin (13/11) sekira pukul 20.00 WIB malam dalam usia memasuki 86 tahun.
Kabar meninggalnya mantan Dewan Pertimbangan Presiden (Watimpres) masa pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono itu tidak diketahui banyak pihak pada hari itu. Pasalnya dalam beberapa tahun terakhir ini TB jarang muncul di publik melalui pemberitaan media massa maupun tampil di tengah-tengah masyarakat.
Informasi yang diperoleh Mediadelegasi salah satunya dari wartawan senior Relieve Pasaribu yang selama 20 tahun sering mendampinginya dalam kunjungan kerja, tokoh nasional asal Sumatera Utara itu sudah lama istirahat bersama keluarga karena kesehatannya menurun, ditambah usianya yang sudah sepuh.
Menjelang malam hari, kondisi tokoh utama pendiri Partai Demokrat itu menurun drastis. Pihak keluarga melarikannya ke RS Medistra, Jakarta. Ikut mendamping TB Silalahi adalah putri tertuanya dr Herti Silalahi dan beberapa keluarga terdekat lainnya. Sesampainya di rumah sakit, dokter menyatakan TB sudah menghembuskan nafas terakhirnya pukul 20.00 WIB.
“Informasi yang saya terima dari staf beliau di Jakarta, yaitu Parmono dan ajudannya Sunarto, jenazah disemayamkan pihak keluarga di Rumah Duka Ruang Sentosa RSPAD Gatot Subroto Jakarta, mulai Senin (13/11) malam,” kata Relieve Pasaribu.
Kabarnya tokoh utama pendiri SMA Unggulan Soposurung itu pernah mengatakan tidak mau dikebumikan di Taman Makam Pahlawan Kalibata, Jakarta. TB ingin dimakamkan di Balige, di dekat Museum Batak. Berita tentang kepergian Pak TB pun disampaikan ke kampung halamannya di Balige.
Seperti dikutip dari buku biografi berjudul “Anak Hadal” dan Wikipedia, TB Silalahi lahir 17 April 1938 di Desa Soposurung, Balige, Kabupaten Toba. Setelah menyelesaikan Akademi Militer Nasional AMN) tahun 1961, karir militernya diawali sebagai Danton Yonkav 4 Siliwangi dalam operasi Kamdagri di Jawa Barat (1962). Kemudian Wadanki dalam operasi Kamdagri di Sulawesi Selatan (1963—1965) bersamaan dengan Operasi Dwikora.
Tokoh pendiri Museum Batak di Balige itu kemudian dipercaya sebagai Danyonkav 8 Tank Kostrad (1972), berlanjut ke Timur Tengah sebagai pasukan PBB pada perang Oktober 1973 antara Israel dan Mesir sebagai Camp Commandant UNEF Middle East di Kairo.
Pengabdiannya berlanjut sebagai Dosen Sesko AD (1974), Asops Kasdam XIV/Hasanuddin di Ujung Pandang (1978), Kasdam VII/Diponegoro (1982). Jabatan militer terakhirnya adalah Asisten Perencanaan dan Anggaran KASAD (1986) dengan pangkat Mayor Jenderal TNI.
TB kemudian dipercaya Presiden Soeharto kala itu sebagai Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara pada Kabinet Pembangunan VI. Selanjutnya dikaryakan sebagai Sekjen Departemen Pertambangan dan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara (1993—1998).
Di sela kesibukan tugasnya, TB yang bersiterikan boru Napitupul itu memanfaatkan waktu mengikuti pendidikan di Fakultas Hukum Universitas Padjajaran Bandung sampai sarjana muda (1968) dan mendapatkan S1 pada Sekolah Tinggi Hukum Militer dengan predikat Cumlaude (1995).
Atas prestasinya dalam bidang pemerintahan dan sosial, ia beroleh gelar Doctor Honoris Causa dari Universitas Gregorio Araneta, 8 Agustus 1996 di Manila, Filipina.|red