Nisa, Jadi Istri Dosen Beranak Dua

Nisa, Jadi Istri Pengacara Beranak Dua
ilustrasi

“Terima kasih ya bang Tono, Nisa sudah melepas rindu dengan ayah dan emak melalui ponselnya bang Tono,” Nisa di ujung telepon saat Tono pamitan beranjak pulang dari rumah Nisa di desa.

Hidup Serumah

Tono melihat profil WApp Nisa. Penyesalannya tidak mau kuliah mulai terasa. “Nisa bakal berhasil menggapai cita-citanya,” khayal Tono sambil memandangi profil Nisa di ponselnya.

Tono memendam rasa, menyesal tidak mau kuliah, dan salut dengan kegigihan Nisa, gadis miskin yang tak berbanding dengan kekayaan ayahnya sang mantan Kepala Desa.

Seiring waktu berjalan, Tono setia menanti panggilan telepon dari Nisa untuk berbicara dengan ayah atau emaknya Nisa. Tono merasa sangat senang dan bergairah, meski hanya mendengar suara ungkapan terimakasih dari Nisa setiap melepas rindu dengan orangtuanya.

Nisa kini semester lima. Hanya bertemu keluarganya di desa ketika jelang hari raya tiba. Tono juga tak sungkan menemui Nisa, begitu mengetahui Nisa pulang kampung kalau hari raya. Meski hanya bercerita sekadarnya, bersama Tono anak desa yang tak mau kuliah.

Nisa tumbuh makin dewasa, guru mengaji bagi anak dosennya yang bercita-cita menjadi pengacara. Arman menganggapnya bagai keluarga. Dua putra Arman juga sangat dekat dengan Nisa.

Jika tiba suatu masa. Manusia tidak mampu berbuat apa-apa. Masa terberat harus dihadapi Nisa, ketika Arman bermaksud mempersuntingnya sebagai istri pengganti emak dua anaknya.

Istri Arman pergi mendahului kehidupan dunia, dengan penyakit kanker payudara yang lama menjadi derita istrinya. Nisa bingung menghadapi dosennya, kuliah masih semester lima, membuat dia ragu dengan pencapaian cita-citanya menjadi pengacara.

Pos terkait