“Setidaknya ada tiga hal yang menjadi pertimbangan dalam melakukan reformasi pemerintahan kabupaten, adalah struktur organisasi dan administrasi pemerintah daerah yang ada saat ini dipandang tidak lagi efektif dalam mengemban misinya,” kata Alexius.
Dia menilai, rendahnya kinerja aparatur pemerintah daerah dan image masyarakat tentang organisasi pemerintah kian buruk.
“Ada kecenderungan membentuk organisasi perangkat daerah terlalu besar dan kurang didasarkan pada kebutuhan nyata,” katanya.
Mendesak Melalui Penelitian
Pada bagian lain, secara terpisah Johannes P Sitanggang, Ketua Umum FOKKSA menilai, pengambilan keputusan dalam penataan kelembagaan seringkali cenderung lebih bernuansa politik dari pada pertimbangan rasional objektif, efisiensi dan efektivitas.
Hematnya, pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 84 Tahun 2000 dipandang tidak sesuai dengan keadaan dan perkembangan penataan pemerintah daerah sehingga perlu disempurnakan.
Johannes mengatakan, dengan ditetapkannya Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2016 Tentang Perangkat Daerah, peraturan pemerintah ini juga sudah mengalami penyempurnaan, dengan keluarnya Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 72 tahun 2019 Tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 2016 Tentang Perangkat Daerah.
Dia menyarankan, sebelum melakukan perombakan perangkat daerah, sebaiknya langkah awal mendesak dilakukan adalah melalui Penelitian.
“Hasil penelitian tersebut dapat dijadikan sebagai alasan perlunya perombakan, penyatuan Dinas atau Badan, bahkan penghapusan Dinas atau Badan,” ujarnya.
D|red-rel