APBN 2026 dan Ketahanan Fiskal dalam Dinamika Global

Amistan Purba. Akademisi, Pemerhati Ekonomi dan Sosial.(Foto:Ist)

Pemerintah perlu memperkuat basis pajak melalui digitalisasi administrasi, peningkatan kepatuhan, dan optimalisasi pajak sektor ekonomi digital. Ekstensifikasi pajak di luar sektor komoditas penting untuk mengurangi dominasi pendapatan dari sumber daya alam dan memperkuat stabilitas fiskal. Penetapan target rasio pajak terhadap PDB di atas 10,47% pada 2026 merupakan variabel utama dalam memastikan keberlanjutan fiskal.

2.Efektivitas Belanja dan Efisiensi Anggaran

APBN 2026 ditekankan pada efisiensi dan efektivitas pengeluaran dan diarahkan melalui inovasi digitalisasi fiskal untuk meningkatkan transparansi dan kinerja program.

Dari sisi kebijakan, realokasi anggaran difokuskan pada sektor produktif dan berdampak multiplikatif. Paradigma ini konsisten dengan tujuan pembangunan nasional menuju pertumbuhan inklusif, dan berkelanjutan.

Implementasi anggaran berorientasi pada outcome menjadi instrumen sentral untuk menjamin bahwa setiap program mencapai hasil yang optimal.

3.Manajemen Utang

Manajemen pembiayaan utang yang inovatif dan terintegrasi memperkuat ketahanan fiskal, meningkatkan efisiensi belanja, dan memperkuat persistensi pembangunan.

Kebutuhan pembiayaan defisit perlu dikelola dengan prinsip kehati-hatian. Rasio utang tetap terjaga di bawah 40% PDB, mengindiksikan fleksibilitas fiskal yang aman.

Tantangan Global dan Respon Kebijakan

Dinamika global yang dominan signifikan berdampak terhadap stabilitas fiskal Indonesia meliputi: permintaan global, yang berpotensi menurunkan ekspor komoditas dan pendapatan negara;

fluktuasi nilai tukar sebagai efek dinamika arus modal ke negara maju; variabilitas harga energi dan pangan, yang berpeluang memperbesar beban subsidi.

Untuk merespons hal tersebut, pemerintah perlu menjaga fleksibilitas fiskal melalui mekanisme contingency fund dan shock absorber policies.

Kolaborasi intens antara kebijakan fiskal dan moneter berperan strategis agar stabilitas harga, nilai tukar, dan suku bunga tetap terjaga tanpa menghambat pertumbuhan ekonomi.

Sinergi Struktural: Dari Anggaran Ke Tujuan Produktivitas

APBN harus berintegrasi dengan reformasi struktural untuk memastikan konsistensi antar instrumen pembangunan ekonomi. Reformasi birokrasi, penguatan iklim investasi, cor inovasi menuju visi Net Zero Emission 2060, serta pengembangan sumber daya manusia menjadi prasyarat agar belanja negara menciptakan multiplier effect yang optimal. Khususnya, investasi pada pendidikan vokasi dan riset terapan harus ditingkatkan.

Saat ini belanja R&D Indonesia masih di bawah 0,35% terhadap PDB, jauh di bawah Korea Selatan (4,9%) atau Jepang (3,45%). Meningkatkan alokasi ini akan memperkuat basis inovasi dan daya saing industri nasional.

Pengawasan dan Akuntabilitas

Transparansi fiskal dan akuntabilitas publik beperan sebagai aspek sentral ketahanan fiskal. Upaya dalam bentuk Satu Data Keuangan Negara, digitalisasi sistem penganggaran, dan kontribusi publik dalam evaluasi belanja harus diintensifkan.

Prestasi APBN 2026 tidak semata-mata mengenai defisit yang rendah, tetapi sejauh mana anggaran negara menjadi sarana peningkatan kesejahteraan rakyat dan peningkatan daya saing nasional.

Penutup

APBN 2026 eksis di tengah dinamika global yang kompleks. Kendati demikian, dengan sistem manajerial yang handal, strategi penerimaan yang stabil, prioritisas belanja produktif, serta pengelolaan utang yang bijaksana, Indonesia mempunyai momentum signifikan untuk memperkuat ketahanan fiskal serta akselerasi transformasi ekonomi nasional.

Ketahanan fiskal bukan sekadar resiliensi dari risiko, melainkan potensi pertumbuhan secara konsisten di tengah perubahan global yang cepat. Dengan orientasi kebijakan yang stabil, APBN 2026 berpotensi berperan sebagai instrumen strategis sebagai fondasi untuk mencapai Indonesia Emas 2045.

Penulis: Amistan Purba.
Akademisi, Pemerhati Ekonomi dan Sosial.

Baca artikel menarik lainnya dari
mediadelegasi.id di GOOGLE NEWS.

j

Pos terkait