Jakarta-Mediadelegasi : Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) menegaskan bahwa ketentuan dalam Pasal 8 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers sudah memberikan perlindungan hukum yang memadai bagi wartawan.
Penegasan ini disampaikan dalam sidang gugatan UU Pers di Mahkamah Konstitusi (MK).
Sebelumnya, DPR juga menolak dalil pemohon, Ikatan Wartawan Hukum (Iwakum), yang menilai pasal tersebut multitafsir dan memerlukan tafsir baru soal perlindungan wartawan.
Menurut DPR, Pasal 8 UU Pers tidak dimaksudkan sebagai bentuk imunitas hukum bagi wartawan, melainkan jaminan perlindungan dalam menjalankan profesi sesuai peraturan yang berlaku.
Anggota Komisi III DPR dari Fraksi NasDem, Rudianto Lallo, saat membacakan keterangan resmi DPR dalam sidang di MK, Jakarta, Rabu (29/10), menyatakan, jika ditelah berdasarkan risalah pembahasan Undang-Undang Pers, ketentuan pasal 8 bukanlah dimaksudkan sebagai bentuk imunitas, melainkan sebagai bentuk perlindungan hukum bagi wartawan dalam menjalankan profesi, fungsi, hak, kewajiban, dan peranannya.
Rudianto menambahkan bahwa prinsip dasar negara hukum tetap berlaku bagi semua warga negara, termasuk wartawan.
Pada prinsipnya, kata Rudianto , setiap orang tidak memiliki imunitas jika melakukan perbuatan melawan hukum, baik secara pidana maupun perdata.
Wartawan yang melaksanakan profesinya dijamin oleh peraturan perundang-undangan ialah terkait kemerdekaan pers, bukan suatu bentuk imunitas atau kebal hukum,” ujarnya.
DPR berpendapat bahwa perlindungan bagi wartawan sudah diatur secara sistematis dalam sejumlah pasal lain di UU Pers, seperti Pasal 3, 4, 5, 15, dan 18 ayat (1) yang melarang penghalangan kerja jurnalistik serta menjamin fungsi, hak, dan kewajiban pers.
“Kepastian hukum dalam bentuk ketentuan pasal mengenai fungsi, hak, kewajiban pers, serta larangan menghambat atau menghalangi hak pers merupakan bagian dari bentuk konkret perlindungan hukum bagi profesi wartawan,” kata Rudianto.
Menurut DPR, perlindungan hukum terhadap wartawan tidak hanya bersumber dari Pasal 8, tetapi juga diwujudkan melalui mekanisme Dewan Pers yang memiliki kewenangan menyelesaikan sengketa jurnalistik.
“Dewan Pers mampu memberikan perlindungan secara nyata. Hal ini menjadi bukti konkret bahwa Undang-Undang Pers telah memberikan perlindungan hukum bagi wartawan, tidak hanya berdasarkan pasal 8 saja,” katanya.
DPR juga menekankan bahwa peran besar pers dalam demokrasi harus diiringi dengan tanggung jawab dan profesionalisme, terutama di tengah era disrupsi informasi.
“Pers tidak cukup hanya berpegang pada prinsip kemerdekaan, kebebasan, dan independensi semata, namun juga harus disertai tanggung jawab,” ujar Rudianto, mengutip pertimbangan Mahkamah Konstitusi dalam putusan Nomor 38/PUU-XIX/2021.
Atas dasar itu, DPR meminta MK menolak seluruh permohonan uji materi Iwakum dan menyatakan Pasal 8 UU Pers tetap memiliki kekuatan hukum mengikat.
“DPR RI memohon agar Mahkamah Konstitusi menolak permohonan a quo untuk seluruhnya dan menyatakan Pasal 8 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers tidak bertentangan dengan UUD 1945,” kata Rubianto.
Sementara itu, Ketua Umum Iwakum, Irfan Kamil, menilai keterangan yang disampaikan DPR dan Dewan Pers dalam sidang uji materiil UU Pers belum menjawab substansi persoalan yang menjadi dasar permohonan Iwakum.
Kamil menilai penjelasan DPR yang disampaikan Anggota Komisi III Rudianto Lallo masih bersifat normatif dan belum menyentuh akar masalah yang dihadapi wartawan di lapangan.






