Medan-Mediadelegasi: Aroma tak sedap penggunaan anggaran dana rutin pemeliharaan dan perawatan Daerah Irigasi (DI) bersumber Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) Tahun Anggaran 2019 sebesar Rp16 Miliar di lingkungan Dinas Sumber Daya Air Cipta Karya dan Tata Ruang (SDA CKTR) Sumatera Utara (Sumut) menyeruak.
Parahnya, anggaran terbilang besar untuk kepentingan petani di Sumatera Utara itu pun diduga menjadi ajang bancakan sekelompok oknum di SDA CKTR Sumut. Bahkan terindikasi Perkumpulan Petani Pemakai Air (P3A) menjadi ‘kambing hitam’ untuk menggelontorkan dana pemeliharaan DI yang diduga dinikmati oknum tertentu.
“Miris kita melihat kelakuan yang diduga merugikan negara dan rakyat pada Dinas SDA CKTR yang kini dinakhodai Alfi Syahriza itu. Soalnya, duit Rp16 miliar dana pemeliharaan dan perawatan DI terkesan hanya untuk keuntungan sekelompok,” ungkap sumber yang layak dipercaya, meminta namanya tidak dituliskan, kepada Mediadelegasi, belum lama ini.
Sumber itu merinci, modus operandinya disinyalir dengan menukangi kontrak model Surat Kesepakatan Kerja Sama (SKKS) dengan P3A. “Diduga kuat sebanyak 20 P3A yang tersebar di daerah irigasi tidak mengetahui kalau mereka melakukan kontrak SKKS dan mereka hanya jadi ‘kambing hitam’ untuk mencairkan dana lewat kontrak tersebut,” ulasnya.
Lewat kontrak SKKS itulah, oknum Pejabat Pembuat Komitmmen (PPK) diduga memainkan tandatangan P3A dalam kontrak itu.
“Tidak berat untuk memainkan kontrak tersebut, apalagi profil P3A se-Sumatera Utara dan seluruh pengurus, sebelumnya harus dilaporkan ke Dinas SDA CKTR, sehingga seluruh berkas sebelumnya sudah ada pada dinas tersebut,” bebernya.
Dikatakan, dalam pelaksanaan kontrak SKKS di lapangan, ditengarai P3A juga tak mengetahuinya, sebab di setiap daerah irigasi ada di tempatkan petugas honor. “Kemudian petugas honor ini tenaganya dimanfaatkan untuk melaksanakan pekerjaan yang tertuang dalam kontrak SKKS dengan P3A. Itupun diduga dikerjakan tak lebih dari 10 persen dari total pekerjaan yang ada dalam kontrak,” ungkapnya.
Terlebih lagi, tambah sumber, selama ini P3A juga terbilang tak pernah difungsikan, peran mereka yang tertuang dalam peraturan untuk mengajukan anggaran dalam pemeliharaan dan perawatan irigasi diduga terabaikan. Sehingga kelompok petani itupun tak mengetahui kegiatan pemeliharaan dan perawatan di daerah irigasi wilayah mereka.
Dia juga menambahkan, kalau indikasi bancakan dana rutin pemeliharaan dan perawatan daerah irigasi itu, terjadi 2019 lalu. Namun, katanya, tak terungkap sebab mereka oknum di Dinas SDA CKTR itu sangat rapi dalam hal administrasi keuangan dan laporan pekerjaan,” tandasnya.
Dugaan itupun mendekati kebenaran, soalnya Wendi selaku PPK terkesan tak mau memberikan keterangan yang rinci terhadap persoalan tersebut. “Kalau SKKS TA 2019, bukan saya PPK-nya, jadi saya kurang tau secara rinci,” katanya kepada Mediadelegasi.
Begitu juga saat diminta secara resmi agar memberikan copy salinan kontrak SKKS TA 2019 sebagai mewakili untuk membongkar indikasi bancakan, namun menurut Wendi berkasnya ada sama PPK yang lama. “Kalau berkas itu ada sama pejabat lama, lagian belum ada perintah dari APIP dan atasan saya untuk memberikan salinan kontrak dimaksud,” kata Wendi.
Sama halnya waktu dimintai Rencana Kegiatan Anggaran (RKA) Tahun Anggaran 2019 terkait dan pemeliharaan dan perawatan Wendi menjawab datar. “Itupun saya kurang tau persis, tapi kalau yang untuk tahun anggaran 2020, sudah ada beberapa item yang kami kerjakan, dan salinan itu bisa saya berikan,” sebutnya.
Namun anehnya, salinan RKA dan Kontrak SKKS Tahun Anggaran 2020 juga tak diberikan, hanya salinan daftar daerah irigasi dan beberapa carik kertas salinan pembelian barang yang ditandatangani beberapa P3A yang nilainya sangat minim.
“Cuma itulah yang bisa diberikan keterangan, sebab untuk TA 2020 banyak dilakukan pemotongan untuk dialihkan ke penanganan pandemi Covid-19. Jadi anggaran tahun ini untuk pemeliharaan dan perawatan baru beberapa item kami kerjakan,” sebutnya. D|Med-41