Banjir Bandang Sumatera Utara: Gakkum KLHK Usut Tuntas Perusak Hutan

penampakan Kayu Gelondongan (Foto:Ist)

Medan-Mediadelegasi : Direktorat Jenderal Penegakan Hukum (Ditjen Gakkum) Kementerian Kehutanan meningkatkan intensitas penyidikan terhadap para pemegang Hak Atas Tanah (PHAT) di wilayah Sumatera Utara yang diduga kuat menjadi dalang di balik kerusakan hutan yang memicu bencana banjir bandang dan tanah longsor yang baru-baru ini melanda daerah tersebut.

Langkah tegas ini diambil sebagai respons terhadap indikasi yang semakin menguat terkait tindak pidana pemanenan hasil hutan tanpa izin yang jelas, yang secara terang-terangan melanggar Pasal 50 ayat (2) huruf c UU 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan.

Para pelaku yang terlibat dalam kegiatan ilegal ini terancam hukuman penjara dengan ancaman maksimal mencapai 5 tahun, serta denda yang jumlahnya bisa mencapai hingga Rp3,5 miliar. Dalam upaya pengembangan kasus yang semakin kompleks ini, Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) kini tengah membidik tiga subjek hukum yang diduga terlibat dalam sindikat “pencucian kayu” (timber laundering) yang terorganisir dengan rapi.

Direktur Pencegahan dan Penanganan Pengaduan Kehutanan, Yazid Nurhuda, mengungkapkan bahwa penyidikan yang mendalam terhadap seorang tersangka berinisial JAM telah membuka jalan untuk mengungkap jaringan pelaku yang lebih luas, serta modus operandi kejahatan kehutanan yang selama ini tersembunyi.

“Pendalaman dan pengembangan penyidikan yang dilakukan PPNS Kehutanan terhadap Terlapor Saudara JAM telah membuka jalan untuk mengungkap jejaring pelaku yang lebih luas dan modus operandi kejahatannya,” kata Yazid dalam pernyataannya, Ahad (14/12/2025).

Dari hasil penyidikan terhadap JAM, petugas berhasil mengidentifikasi keterlibatan seorang terduga berinisial M, yang merupakan pemilik PHAT MN. Terduga M ini disinyalir berperan sebagai pengurus atau penadah kayu ilegal yang diperoleh dari hasil penebangan liar. Selain itu, penyidikan juga meluas ke seorang terduga lain berinisial AR, yang terindikasi kuat melakukan penebangan liar di hulu Sungai Batangtoru.

Analisis citra satelit Sentinel-2 L2A yang dilakukan pada tanggal 5 Agustus 2025 semakin memperkuat dugaan tersebut. Citra satelit tersebut memperlihatkan adanya deforestasi seluas 33,04 hektare di luar wilayah izin AR. Padahal, dari total 45,2 hektare lahan resmi yang dimilikinya, hanya sekitar 5 hektare yang terlihat terbuka.

Yazid menjelaskan bahwa modus operandi yang digunakan oleh AR adalah dengan mencampur kayu ilegal yang berasal dari luar area dengan kayu legal yang berasal dari dalam izinnya. Tujuannya adalah untuk mengelabui pasar resmi dan menyamarkan asal-usul kayu ilegal tersebut.

“Terduga AR disinyalir juga melakukan pencampuran dan pengangkutan kayu ilegal yang ditebang dari luar areal PHAT dan kayu dari dalam areal PHAT untuk memuluskan hasil hutan kayu ilegal tersebut masuk ke pasar resmi. Modus pencucian kayu ini menjadi fokus utama kami,” tambah dia.

Pos terkait