Hak Hidup, Sehat dan Pendidikan dalam New Normal

Screen slide virtual Litbang Pewarna Indonesia mengambil tema, Hak Hidup, Hak Sehat dan Hak pendidikan dalam New Normal. Penulis Ashiong P Munthe (sudut kanan atas). Foto: D|Ist

SAAT ini dunia pendidikan akan memasuki New Normal atau normal kebaruan. Tentunya normal kebaruan ini akan mengalami pergulatan dan tantangan.

Jika dilihat saat ini, secara nasional, kurva yang tertular covid-19 belum ada tanda-tanda penurunan atau melandai reda.

Dalam situasi seperti ini, wajar jika muncul kekuatiran di tengah masyarakat. Khusunya bagi anak sekolah, jika harus masuk sekolah, maka ada kemungkinan lingkungan pendidikan menjadi ‘lumbung’ paparan covid-19.

Bacaan Lainnya

Masalah lain lagi, jikalau anak tidak diizinkan untuk masuk sekolah sementara orang tua sudah harus masuk bekerja, maka hak belajar anak akan terbengkalai, sebab tidak bisa mendampingi belajar dari rumah, khususnya bagi anak yang masih butuh pendampingan khusus.

Pembelajaran jarak jauh mungkin menjadi kenormalan baru bagi sekolah di masa mendatang. Perpanjangan Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ) ini tentunya memiliki dampak lain, diantaranya akan mengurangi biaya pendidikan relatif menjadi murah, karena institusi pendidikan yang memiliki fasilitas lengkap tidak akan memanfaatkan fasilitasnya secara maksimal karena penerapan jarak fisik dalam sosial.

Dengan demikian, akan ada pengurangan biaya pendidikan yang berakibat pada efesiensi tenaga pengajar dan tenaga administrasi.

Kesadaran terhadap covid-19 di tengah masyarakat juga beragam. Ada yang memandangnya sebagai konspirasi negara adidaya dan dianggap tidak berbahaya, karena lebih berbahaya DBD dan TBC. Sehingga, protokol kesehata diabaikan dan tidak diindahkan dalam kerumunan.

Masalah tersebut memunculkan beragam pertanyaan, yaitu bagaimana memadukan antara hak hidup, hak sehat dan hak pendidikan? Bisakah hal ini diterapkan secara bersamaan atau harus memilih satu diantara ketiganya? Sebab ketiga hal tersebut adalah hak dasar manusia.

Untuk menyikapi pertanyaan tersebut, Penelitian dan Pengembangan Persatuan Wartawan Nasrani (Litbang Pewarna) Indonesia menghadirkan diskusi perdananya dengan aplikasi zoom, pada hari Selasa, 23 Juni 2020 pukul 10.00-12.00 dengan tema “Hak Hidup, Hak Sehat dan Hak pendidikan dalam New Normal”.

Litbang Pewarna menghadirkan empat narasumber sekaligus, yaitu Abetnego Tarigan selaku Deputi Kepala Staf Kepresidenan, Jasra Putra selaku Komisioner KPAI Divisi Monitoring dan Evaluasi, Hilmar Farid selaku Direktur Jenderal Kebudayaan Kemdikbud dan Donna Margaretha Sampaleng dari Litbang Pewarna Indonesia sekaligus dosen STT IKAT. Diskusi ini saya pandu sendiri.

Deputi Kepala Staf Kepresidenan, Abetnego Tarigan menjelaskan bahwa pemerintah, pengampu kebijakan, dan sivitas akademika ditantang untuk dapat mereformulasi proses belajar mengajar (PBM) selama masa pandemi dan pascapandemi.

Ia menekankan bahwa, pandemi covid-19 akan meningkatkan urgensi transformasi dunia pendidikan yang searah dengan arus revolusi digital 4.0”.

PJJ juga kemungkinkan besar berlanjut di masa pasca pandemi dan akan menjadi role model pelaksanaan kegiatan belajar mengajar pada tatanan masyarakat aman dan produktif.

“Institusi pendidikan sebagai pelopor pelaksanaan distance learning memiliki peran strategis dalam mendukung pelaksanaan dan perbaikan PJJ pada tatanan masyarakat aman dan produktif,” kata Abetnego Tarigan.

Menurutnya ada hambatan dalam pelaksanaan PJJ  selama masa pandemi covid-19, yaitu kurang memadainya fasilitas pendukung siswa (gawai, listrik, jaringan internet), Guru dan Siswa belum mampu mengoptimalkan media digital, siswa menyatakan tidak ada interaksi belajar antara siswa dan guru (hanya sebatas pemberian dan penagihan tugas).

Kemudian siswa terbebani dengan tugas yang menumpuk, siswa tidak senang belajar dari rumah, Pelaksanaan PJJ juga belum optimal karena keterbatasan/variasi kompetensi guru, pendampingan dari orangtua/keluarga yang belum optimal, pelaksanaan PJJ menggunakan koneksi internet rentan terhadap kejahatan siber.

KPAI yang diwakili oleh Jasra Putra selaku komisioner KPAI Divisi Monitoring dan Evaluasi, memaparkan bahwa tantangan terberat dunia saat ini adalah menjaga kesehatan, untuk itu penting para orang tua menjaga nilai kandungan dari setiap nutrisi yang dikonsumsi anak, agar dapat dipenuhi secara seimbang.

Menurut dia, memenuhi kebutuhan anak, baik kognitif, afektif dan psikomotorik anak  dengan situasi hanya di rumah dan belajar dari rumah (BDR) menjadi tantangan besar setiap orangtua.

Jasra merekomendasikan bahwa era covid-19 ini merupakan momentum bagi peserta didik dan satuan pendidikan untuk bisa lebih mengenal lingkungan terdekat anak.

Jasra, mengingatkan bahwa guru dan orangtua penting mengevaluasi proses belajar yang saat ini dijalankan dari rumah.

Tujuannya agar pendampingan belajar anak ke depannya semakin berkualitas. Ia menandaskan, Hak Hidup, Hak Kesehatan dan Hak Pendidikan adalah satu kesatuan yang tidak boleh diabaikan oleh stakeholders perlindungan anak, maka setiap kebijakan, program dan kegiatan terkait anak harus memperhatikan kepentingan terbaik bagi anak.

Direktur Jenderal Kebudayaan Kemdikbud, Hilmar Farid, menguraikan pandanganya. Menurutnya, pademi Covid-19 ada horor dan hopenya. Horornya adalah PHK Massal, resesi ekonomi, krisis pangan dan kelaparan, konflik sosial-politik, problem kesehatan fisik dan mental.

Namun tetap ada hopenya, jika dimanfaatkan sebagai kesempatan untuk mengubah banyak hal. Misalnya. fokus pada keselamatan, kesehatan fisik dan mental, keamanan pangan, perumahan yang aman dan sehat, pendidikan yang merata dan berkualitas, dan akses pada kebudayaan.

Litbang Pewarna Indonesia yang diwakili Donna Margaretha Sampaleng sekaligus dosen STT IKAT, memaparkan bahwa ada empat perubahan era new normal di bidang pendidikan.

Perubahan ruang belajar, perubahan metode pengajaran, perubahan tanggung jawab proses pembelajaran dan perubahan evaluasi belajar.

Donna menjelaskan cara memenuhi hak tersebut, yaitu sadar bahwa hak dan kewajiban dalam masa transisi adalah sebuah tanggung jawab bersama; maksimalkan potensi daerah (wilayah) potensi keluarga melalui program-program ketahanan pangan, ketahahan keluarga (pondasi agama dan moral), ketahanan sosial masyarakat.

Kemudian, mendorong pemerintah untuk memastikan penerapan satuan pendidikan aman bencana dalam koordinasi yang lebih baik antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah.

Ia menegaskan, upaya penanganan dan pemenuhan hak difokuskan untuk menjadi solusi bersama bukan alat promosi atau politisasi.

Litbang Pewarna Indonesia  bisa menjadi satu ruang untuk melakukan penelitian dan pengembangan terhadap kasus dan kondisi serta memberikan (menyuarakan) masukan kepada pihak pemangku kepentingan untuk ditindaklanjuti.*

Pos terkait