“Melibatkan peranserta Camat melalui Kepala Desa mengampanyekan kepedulian warga terhadap pengawasan api,” katanya.
Dia juga melihat, program Go Green digagas Pangdam, Sejuta pohon program Presiden Jokowi, progam Hijaukan Danau Toba saat ini, kini hasilnya miris.
Masyarakat tetap perlu disadarkan akan dampak fatal membakar hutan terhadap ekosistim alam. “Terjadinya pemanasan global, polusi udara. Pohon pada mati, kepunahan binatang endemic, misalnya biawak, trenggiling yang kini mulai langka di Samosir,” katanya.
Pijakan Hukum
Lebih jauh, Mantan Kepala Badan Perencanaan dan Pembangunan Kabupaten Toba Samosir (2000-2003) ini menjelaskan, dulu memulai pembangunan pariwisata Kawasan Danau Toba berbasis Geopark belum ada pijakan hukum untuk bekerja.
Sehingga, lanjutnya, para penggiat Geopark masih berusaha pada saat itu agar Presiden Jokowi mengetahui kelebihan Geopark. “Isu Geopark pun sampai ke Istana, agar mendukung dan mendapatkan payung kebijakan dan akhirnya berhasil dengan terbitnya Peraturan Presiden Nomor 9 tahun 2019, dan Presiden berkenaan berkunjung ke Pusat Informasi Geopark Kaldera Toba di Sigulatti Samosir,” katanya.
Kemudian, kata Mandjorang, dengan segala daya dan upaya para penggiat Geopark pertama lolos Tahun 2014 menjadi Geopark Nasional Kaldera Toba (GNKT) hingga akhirnya pada tahun 2020 dengan dukungan Presiden Joko Widodo meraih predikat Toba Caldera Unesco Global Geopark (UGGp).
Lalu, ungkapnya, setelah melalui proses panjang lengkap didukung peraturan yang menjadi payung hukum kebijakan. “Apalah yang sudah BP TC UGGp lakukan baik secara Perencanaan msupun aksi di 16 Geosite, yang dapat terukur dalam mewujudkan Visi Geopark dan merawat KDT serta menungkatkan kesejahteraan masyarakat?” Wilmar setengah bertanya. D|Red-06