Kinerja Bapenda Purwakarta Dipertanyakan

Kinerja Bapenda Purwakarta Dipertanyakan
Gedung kantor Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Pemerintah Kabupaten Purwakarta, Jawa Barat. Foto: Romulo

Menanggapi hal itu, Kepala Bapenda Purwakarta, Asep Supriatna saat dikonfirmasi wartawan, membenarkan bahwa permohonan penetapan BPHTB berdasarkan harga pasaran objek pajak selama ini sangat minim, lebih dominan hanya berdasarkan nilai objek pajak dan bangunan.

Untuk menyikapi permasalahan tersebut, pihaknya telah memberlakukan pengajuan permohonan penetapan nilai BPHTB secara online.

“Sebelum billing diterbitkan, petugas Bapenda terlebih dahulu melakukan verifikasi harga pasaran objek pajak,” ujarnya.

Bacaan Lainnya

Selain itu, Bapenda Purwakarta telah menjalin kerja sama dengan bidang Perdata dan Tata Usaha Negara (Datun) Kejaksaan Negeri (Kejari) setempat untuk mencari solusi jika terjadi kebuntuan negoisasi penetapan nilai BPHTB antara NJOP dengan harga pasaran.

“Kita akan kerja sama dengan pihak Datun Kejaksaan, apabila tidak ada kesepakatan penetapan nilai pembayaran BPHTB berdasarkan NJOP atau harga pasaran objek pajak,” kata Asep.

Diakuinya, selisih antara NJOP dengan harga pasaran itu tinggi, sehingga potensi kehilangan pendapatan BPHTB juga besar.

Ia juga menyebutkan berbagai terobosan sudah dilakukan untuk menggenjot realisasi PAD dari sektor BPHTB agar lebih optimal.

“Salah satunya melalui sistem BPHTB online dan verifikasi objek pajak. Rata-rata transaksi pembayaran BPHTB itu sekitar 20 permohonan setiap bulan, baik melalui Notaris maupun PPAT. Personil petugas verifikasi memadai,” tuturnya. D|JBr-75

Pos terkait