Para debitur percaya dengan Salikin, lalu melengkapi dokumen persyaratan untuk pengajuan kredit. Selanjutnya, terdakwa menyuruh Ramlan dan Tim Analisa kredit agar saat melakukan survey ke lapangan agar menyatakan agunan tersebut telah memenuhi persyaratan untuk dijadikan agunan kredit, walau sebenarnya tidak layak.
Dalam hal ini, lanjut JPU, terdakwa Legiarto dan Ramlan mengintervensi proses analisa kredit yang dilakukan para Analis Kredit sehingga proses analisa kredit tidak berpedoman pada ketentuan pemberian kredit yang berlaku pada PT Bank Sumut atau proses analisa kredit sama sekali tidak dilakukan.
Akibat dari intervensi itu, pencairan dana dilakukan tanpa proses analisa kredit atau analisa kredit tidak berdasarkan ketentuan. Sebagian besar para debitur tidak ada menerima dana pencairan kredit melainkan diterima oleh Salikin dan dana yang cair dari beberapa perjanjian kredit diterima secara bertahap dan sebagian digunakan untuk membayar cicilan kredit Salikin sebelumnya.
Bahkan, dari setiap pencairan atas kredit yang diajukan Salikin dengan menggunakan nama-nama orang lain, terdakwa Legiarto, Ramlan dan pejabat lainnya di Bank Sumut Galang dapat bagian.
Dikatakan JPU, sejak tahun 2013 sampai 2015 Salikin memperoleh sekitar 127 perjanjian kredit dengan total Rp35.775.000.000, yang cicilannya dalam kondisi macet total sekitar Rp31.692.690.986,65.
“Perbuatan terdakwa (Legiarto) bersama-sama dengan Ramlan dan Salikin telah memperkaya diri terdakwa atau setidak-tidaknya memperkaya orang lain dalam hal ini Ramlan dan Salikin,” kata JPU. Para terdakwa, kata JPU, diancam pidana dalam Pasal 2 ayat (1), Pasal 3 Jo Pasal 18 UU RI No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU RI No. 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU RI No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana Jo Pasal 64 ayat (1) KUHPidana. D|Red-05