Menunggu Komitmen Tegas Pemerintah Jalankan Moratorium Eksploitasi Hutan Danau Toba

Menunggu Komitmen Tegas Pemerintah Jalankan Moratorium Eksploitasi Hutan Danau Toba
Mangaliat Simarmata. Foto: dok pribadi

Oleh Mangaliat Simarmata

Medan-Mediadelegasi: Pelestarian hutan menjadi salah satu kunci untuk menjaga keseimbangan ekosistem dan keberlanjutan kehidupan di tengah berbagai tantangan seperti perubahan iklim, polusi udara dan ancaman kerusakan lainnya.

Lebih dari itu, langkah menjaga lingkungan tersebut juga dapat memberikan nilai ekonomi secara jangka panjang dan menjadi warisan bagi generasi penerus bangsa.

Bacaan Lainnya

Namun pada kenyataannya,  deforestasi atau berkurangnya tutupan hutan tropis  justru semakin meluas seperti di Pulau Sumatera termasuk di kawasan Danau Toba, Sumatera Utara dan telah menjadi perhatian dunia.

Oleh karena itu, mutlak dibutuhkan komitmen tegas dan tanggung jawab dari Pemerintah dan para pemangku kepentingan (stakeholders) untuk menjalankan secara konsisten dan tegas upaya pemulihan hutan melalui kebijakan moratorium eksploitasi hutan, yaitu menghentikan sementara penebangan hutan.

Apalagi, luas dan fungsi hutan sekitar kawasan Danau Toba sejak tiga dekade terakhir terus berkurang karena alih fungsi menjadi ladang, penebangan pohon dan kebakaran hutan.

Padahal, di masa lalu kawasan pegunungan yang mengelilingi Danau Toba merupakan areal hutan primer dengan ditumbuhi pohon yang yang kayunya sangat baik dan bernilai ekonomis tinggi, karena tanahnya subur sebagai bekas letusan Gunung Toba tersebut.

Dalam konteks kerusakan hutan di kawasan Danau Toba, ada beberapa alasan yang perlu dijadikan pertimbangan oleh Pemerintah untuk menjalankan secara tegas moratorium eksploitasi hutan di area danau vulkanik terluas di Asia tersebut.

Beberapa alasan itu, antara lain publik sudah mengetahui bahwa sebagian besar kabupaten yang berada di kawasan Danau Toba dan sekitarnya telah berulang kali terjadi banjir dan longsor seperti di Kabupaten Samosir, Humbang Hasundutan (Humbahas), Tapanuli Utara, Toba, Simalungun,dan Kabupaten Tanah Karo.

Bencana alam ini mengakibatkan banyak korban meninggal, fasilitas publik hancur, lahan pertanian rusak parah, ekosistem sungai rusak dan bahkan harta benda masyarakat tidak bisa diselamatkan.

Peristiwa ini jelas diakibatkan sudah hancurnya hutan penyangga di kawasan Danau Toba dan sekitarnya.

Penulis memperkirakan luas lahan hutan di kawasan Danau Toba saat ini tidak lebih dari 20 persen, sehingga kemungkinan besar bencana banjir dan longsor ini masih akan terus terjadi.

Apakah keadaan ini akan dibiarkan akan terus terjadi dan juga bagaimana perasaan masyarakat tinggal di kawasan Danau Toba?.

Dampak buruk lain dari berulangnya banjir dan longsor tersebut, tentunya akan menimbulkan kekhawatiran para wisatawan yang berkunjung ke Danau Toba sebagai salah satu Destinasi Pariwisa Super Prioritas (DPSP) dan Taman Bumi Dunia atau Geopark Kaldera Toba.

Presiden RI Jokowi dengan para Menteri selama  beberapa kali melakukan kunjungan kerja ke tujuh  kabupaten di kawasan Danau Toba dipastikan telah melihat secara langsung kondisi riil sebagian besar kawasan di sekitar danau tersebut yang sudah gersang dan kerusakan hutannya sudah sangat parah.

Bahkan, Jokowi pernah menyatakan akan menghijaukan kembali kawasan hutan alam Danau Toba dan meninjau ulang izin perusahan-perusahan yang diduga ikut berkontribusi memperparah kerusakan hutan di kawasan Danau Toba, diantaranya perusahaan industri PT Toba Pulp Lestari di Kabupaten Toba.

Sayangnya, hingga saat ini belum ada keputusan resmi dari Pemerintah mengenai rencana pencabutan izin operasional perusahaan industri berbasis pengolahan kayu yang mengandalkan sumber bahan baku dari kawasan Danau Toba tersebut.

Menurut catatan penulis, Presiden bersama para pejabat di tingkat pusat dan daerah sudah dua kali memimpin langsung gerakan penghijauan dengan melalukan penanaman pohon di sekitar Danau Toba, yakni di Kabupaten Toba dan Humbahas.

Sayangnya, aksi tanam pohon itu terkesan masih sebatas seremonial dan hingga saat ini belum ada tindak lanjutnya.

Penebangan hutan secara tidak terkendali di kawasan Danau Toba, juga menjadi faktor utama penyebab turunnya debit air danau tersebut dan berimbas terhadap pengoperasian turbin pembangkit listrik tenaga air (PLTA) Sigura-gura yang menjadi sumber energi bagi PT Inalum.

Untuk menggerakan turbin PLTA tersebut agar bisa beroperasi normal, pihak Inalum terpaksa mengeluarkan dana yang cukup besar untuk membuat hujan buatan.

Kegiatan merawat, mengelola, dan memperjuangkan keberadaan hutan di kawasan Danau Toba merupakan salah satu cara untuk meminimalisir bencana alam yang semakin nyata, mulai dari bencana banjir bandang, longsor hingga cuaca ekstrem.

Dalam jangka pendek, salah satu solusi konkret yang perlu segera dilakukan Pemerintah adalah merealisasikan moratorium eksploitasi hutan di kawasan Danau Toba sekaligus menata ulang pengelolaan Geopark Kaldera Toba yang kini terancam dicabut statusnya dalam keanggotaan UNESCO Global Geoparks.

Patut diketahui, kini umat manusia menghadapi besarnya tantangan perubahan iklim sehingga membuat aktivitas melindungi hutan termasuk di kawasan Danau Toba menjadi sangat penting bagi planet bumi.

Satu hal lagi, persoalan hutan itu holistik, tak bisa diselesaikan secara sektoral.

Salam lestari hutan kawasan Danau Toba dan bersahabat dengan alam.

(Penulis adalah aktivis Komunitas Jendela Toba, pegiat lingkungan hidup dan pariwisata Kawasan Danau Toba)