Berbeda dengan para BUMN Karya, selalu menerima modal tambahan dari Negara setiap kali kurang Modal dan dalam pengerjaan proyek justru hanya menjadikan para perusahaan di daerah-daerah sebagai sub kontrak.
Mirisnya lagi, ungkap Erikson Tobing, yang menentukan untung dan kapan pembayarannya adalah BUMN Karya sebagai perusahaan yang mendapatkan kesempatan mega proyek dari pemerintah.
Erikson juga mengriritisi kebijakan Pemerintah dalam langkah pembinaan pengusaha lokal, sehingga berpeluang menjadi besar seperti BUMN Karya.
Menurutnya, terlalu banyak BUMN dan juga anak cucu perusahaan BUMN ini yang bersaing dengan kurang adil di daerah Sumut.
Dia mencontohkan PT PLN (Persero), induknya ada Indonesian Power Anaknya, cucunya Cogindo, ada juga Rekadaya, Helyora. “Menuntut fungsi pembinaan dari BMBK bagi Pengusaha Konstruksi di Sumut ini,” katanya.
Kalau Kota Medan, katanya, dia melihat sudah mulai terasa pembinaan dari Wali Kota dalam bidang konstruksi. “Jalan-jalan dan drainase sudah mulai nampak dirapikan. Pembinaan pengusaha konstruksi sudah mulai terasa. Asalkan kita jujur dan adil saja, pasti penilaian semua orang pun sama. Ingat, proses tidak pernah mengkhianati hasil,” katanya. D|Red