PENGACARA muda ini tampil sederhana. Dia kelihatan bisa larut dengan waktu ketika berdiskusi tentang persoalan kehidupan anak manusia. Keingintahuannya tentang sebuah keadilan masyarakat bagai terekam rapi dalam memori kiri kepalanya.
Dia adalah Maja Simarmata SH MH, pengacara muda yang kini tengah menapak karir dan profesinya membantu jelata dari payung keadilan hukum dan perlakuan antar manusia.
Suami Megawati Marcos dan ayah Matthew Kenneth Simarmata ini terkenal dengan ketenangannya. Bicara apa adanya, tapi dia terlihat diam-diam memahaminya begitu mendalam.
Buah perkawinan R Siboro dengan TM Simarmata (almarhum) kelahiran Cikampak 26 November 1989 ini mengawali pendidikan formalnya di SD 118298 Aekraso, SMP RK Bintang Timur Rantauprapat, semuanya di Labuhanbatu, Sumatera Utara.
Anak ketiga dari lima bersaudara ini pun meninggalkan kampung halamannya, Maja bersekolah di SMA Santo Thomas 1 Medan. Cita-citanya sebagai pengacara pun terbentuk saat mulai melihat kehidupan Kota Medan. Membuat dia tanpa sedikitpun keraguan kuliah di Fakultas Hukum Universitas Atmajaya Yogyakarta.
Gerbang cita-cita mulai mendekatinya, diapun mendaftar sebagai pengacara bermodalkan pengetahuan hukum yang digalinya bersama ijazah Hukum Universitas Atmajaya. Terasa pengetahuan yang relatif kering, diapun menyisihkan waktu di tengah kesibukannya menuntut keadilan bersama kliennya di meja pengadilan. Dia pun kuliah mengambil Masternya di Universitas Sumatera Utara di Medan.
Berbagi cerita dan pengalaman sebagai pengacara, Maruli Agus Salim dari Mediadelegasi berbincang dengan Maja Simarmata SH MH, belum lama ini di kantor kepengacarannya, Jalan Setia Budi Pasar 1 No 19c Kelurahan Tanjungsari, Kecamatan Medan Selayang. Berikut petikannya.
Sejak kapan bercita-cita sebagai pengacara, boleh anda ceritakan apa motivasinya?
Ya, advokat adalah cita-cita saya sejak SMA. Berprofesi sebagai advokat ataupun pengacara menurut saya menantang dan mulia. Advokat disebut sebagai profesi yang mulia (officium nobile) yang memang tidak datang dan melekat dengan sendirinya pada advokat. Namun dilatarbelakangi sejarah panjang yang penuh pengabdian kepada masyarakat pada Zaman Romawi sesuai dengan kisah yang ditulis dalam sebuah sejarah.
Zaman Romawi, para bangsawanlah yang tampil dengan orasi dan pledoinya membela orang-orang miskin dan buta hukum yang terkena masalah hukum. Waktu itu belum ada istilah advokat, dan mereka ini disebut preator. Para preator ini adalah kaum bangsawan yang sebenarnya punya status sosial yang tinggi namun menaruh hatinya pada rakyat kecil.
Mereka membela semata-mata karena panggilan nurani dan rasa tanggung jawab membela orang yang lemah di hadapan penguasa/kekuasaan. Oleh karena itulah profesi advokat yang awalnya bernama preator ini amat dihargai, dan dimuliakan orang sehingga dinamakan officium nobilium atau profesi yang mulia.
Bagaimana menurut anda sebuah perlindungan hukum dan seperti apa yang anda lihat aktualisasi perlindungan dan rasa keadilan dewasa ini kepada rakyat yang membutuhkan?
Menurut saya, semua orang membutuhkan perlindungan hukum. Sehingga, bagaimanapun kondisinya semua orang harus dilindungi dan dijamin haknya di dalam hukum. Sesuai dengan Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (selanjutnya disebut UUD NRI 1945) Pasal 28D Ayat (1) tercantum bahwa, “Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama dihadapan hukum“.
1 Pasal ini telah memberikan pengakuan, jaminan, perlindungan dan kepastian hukum yang adil bagi setiap orang tanpa membedakan suku, agama atau kedudukan derajat hidupnya. termasuk orang yang tidak mampu, untuk mendapatkan akses terhadap keadilan agar hak-hak mereka atas pengakuan, jaminan, perlindungan dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum dapat diwujudkan dengan baik.
Posisi dan kedudukan seseorang di depan hukum ini, menjadi sangat penting dalam mewujudkan tatanan sistem hukum serta rasa keadilan masyarakat kita.
Jaminan atas akses bantuan hukum juga disebutkan secara eksplisit pada Pasal 28G ayat (1), yang menyebutkan bahwa, “Setiap orang berhak atas perlindungan diri pribadi, keluarga, kehormatan, martabat, dan harta benda yang di bawah kekuasaannya, serta berhak atas rasa aman dan perlindungan dari ancaman ketakutan untuk berbuat sesuatu yang merupakan hak asasi“.
Hal tersebut semakin dikuatkan pada Pasal 28 H ayat (2), yang menyebutkan bahwa, “Setiap orang berhak mendapat kemudahan dan perlakuan khusus untuk memperoleh kesempatan dan manfaat yang sama guna mencapai persamaan dan keadilan“.
Secara substantive, hal tersebut di atas, dapat kita maknai bahwa jaminan akses keadilan melalui bantuan hukum, adalah perintah tegas dalam konstitusi kita.
Menurut hemat anda perkara apa yang mendominasi problem masyarakat kita?
Baiklah…! Kasus yang sering dihadapi masyarakat adalah sengketa pertanahan. Hal ini karena konflik pertanahan yang terjadi selama ini berdimensi luas, baik konflik horizontal maupun konflik vertikal.
Konflik vertikal yang paling dominan yaitu antara masyarakat dengan pemerintah atau perusahaan milik negara dan perusahaan milik swasta. Misalnya salah satu kasus yang paling menonjol adalah kasus yang paling sering terjadi adalah permasalahan sertifikat ganda atau kepemilikan beberapa sertifikat pada sebidang tanah.
Kenapa problem pertanahan begitu dominan dan dimana letak akar permasalahannya?
Ya.. hal ini disebabkan dari sengketa pertanahan memiliki nilai ekonomis tanah yang cukup tinggi dan tanah merupakan simbol eksistensi dan status sosial di tengah masyarakat sehingga mengakibatkan timbulnya konflik pertanahan yang vertikal dan horizontal itu.
Makna dan nilai tanah yang demikian stategis dan istimewa mendorong setiap orang untuk memiliki, menjaga dan merawat tanahnya dengan baik, bila perlu mempertahankannya sekuat tenaga sampai titik darah penghabisan.
Akar konflik dan sengketa pertanahan yang bersifat multidimensional tidak bisa dilihat sebagai persoalan hukum belaka, namun juga terkait variabel-variabel lain yang non-hukum yang antara lain yaitu lemahnya regulasi sertifikasi tanah yang belum mencapai 50 persen.
Tumpang tindihnya pengeluaran suatu keputusan dari instansi-instansi yang berhubungan langsung dengan pertanahan juga merupakan salah satu faktor timbulnya sengketa pertanahan. Misalnya penerbitan SK untuk penambangan batu bara yang harus dikeluarkan oleh beberapa instansi pemerintahan antara lain Departemen Kehutanan, Departemen Pertambangan dan lain-lain yang berkaitan dengan SK tersebut.
Sengketa demi sengketa ini terjadi karena kurangnya koordinasi antara instansi penyelenggara pembebasan tanah dan pihak lain yang terkait misalnya kantor pertanahan setempat. Itu artinya inkonsistensi pemerintah dalam mengeluarkan regulasi di bidang pertanahan serta lemahnya pengawasan saat melaksanakan regulasi-regulasi tersebut.
Baik, kalau boleh tahu apakah anda pernah kecewa, hal apa yang pernah mengecewakan anda selama menjalani propesi sebagai pengacara?
Hal yang pernah mengecewakan selama menjadi advokat ketika klien yang kita dampingi tidak menceritakan keadaan yang sebenarnya terkait permasalahan Hukum yang dihadapi, sehingga pendamping sebagai penasihat hukum pun gagal.
Menurut anda sejauhmana penegakan hukum di negeri ini dan apa saja yang menjadi penyebab kendala penegakannya?
Penanganan hukum saat ini menurut saya apabila diterapkan sesuai dengan peraturan dan UU akan sangat baik. Hanya saja ada oknum penegak hukum yang membuat penanganan hukum itu menjadi tidak baik karena berbagai alasan seperti, uang, kepentingan, jabatan dan lain-lain.
Pengertian keadilan sangat bervariasi karena adil buat saya belum tentu adil buat orang lain. Jadi kalau dibilang penanganan hukum di negeri ini apakah sudah memenuhi asas keadilan, menurut hemat saya harus di lihat dari segi kasus yang ditangani dan UU yang mengaturnya.
Perlindungan hukum bagi setiap orang dijamin oleh Undang-Undang. Penanganan tentang perlindungan hukum dewasa ini menurut hemat saya telah banyak menciderai rasa keadilan khususnya bagi yang tersandung oleh kasus hukum, karena banyaknya kepentingan dan praktek KKN yang dilakukan oleh oknum penegak hukum yang membuat penangan perkara antara si A dan si B berbeda walaupun itu dalam kasus yang sama.*