Saat ditanya apakah pengesahan ini berimplikasi secara politik, dan apakah ada muatan agenda politik tertentu. “Yang menjadi kekhawatiran publik ya seperti itu, ada agenda politik di balik aksi penolakan UU ini, tapi tegas saya nyatakan tidak ada agenda atau seting politik apapun, ini murni reaksi para buruh yang merasa hak-haknya dirugikan atas kemunculan UU.
“Jadi menurut hemat saya, Pemerintah harus duduk bersama Pimpinan Serikat buruh, mendengarkan aspirasi mereka, agar isu-isu terkait pengesahan UU ini tidak ditarik ke wilayah politik, karena potensi di tunggangi secara politis pasti ada karena ada pihak yang akan diuntungkan secara politis dari situasi seperti ini”, ujar Mantan Ketua Badko HMI Sumut ini.
Masih ada waktu bagi Pemerintah untuk menjelaskan kepada Serikat buruh, isi dan pasal dari UU ini terkait ada 12 poin dari isi UU ini dianggap zolim terhadap para pekerja satu sisi menguntungkan para pemilik modal atau investor.
“Pemerintah saya sarankan agar mendengar aspirasi dan keinginan para Serikat buruh sekaligus memberikan penjelasan terhadap tafsir dari isi UU ini perihal ada 12 poin yang dianggap buruh sudah menghilangkan hak-hak pekerja termasuk jaminan masa depan buruh sendiri”, tambahnya
Agar tidak menimbulkan situasi dan suasana instabilitas, ada baiknya Pemerintah menunda atau bila perlu membatalkan UU tersebut dengan Perpu, jika efek dari yang ditimbulkan UU ini mengancam stabilitas politik.
“Jangan sampai polemik UU Omnibus Law ini berimbas ke daerah-daerah yang akan melaksanakan Pilkada serentak Desember nanti, dan tentunya menjadi konsumsi politik di daerah, padahal sejatinya keputusan ada di Pemerintah Pusat bersama DPR RI untuk dicarikan solusi dari polemik ini”, ujar tokoh muda Sumatera Utara ini mengakhiri percakapan. D|Med-67