Toba Membara, Geopark di Persimpangan Krisis Iklim dan Harapan Keberlanjutan

Toba Membara, Geopark di Persimpangan Krisis Iklim dan Harapan Keberlanjutan
Ilustrasi - Kebakaran hutan dan lahan di sebagian kawasan perbukitan Danau Toba, Kabupaten Samosir, belum lama ini. Foto: ist

Toba dalam Bingkai Pembangunan Berkelanjutan (SDGs): Mengelola Warisan dengan Visi Masa Depan.

Kawasan Geopark Toba seharusnya menjadi etalase penerapan Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development Goals/SDGs)—bukan hanya karena nilai geologisnya, tetapi juga karena potensi transformasinya.

 

Bacaan Lainnya

Namun untuk itu, pengelolaan geopark harus direorientasikan: dari pendekatan yang eksploitatif atau seremonial menuju paradigma adaptif dan berketahanan iklim.

 

Berikut adalah beberapa langkah konkret yang dapat dilakukan:

1. Pemantauan Risiko dan Pencegahan Kebakaran Berbasis Komunitas (SDG 13: Aksi Iklim)
Pembangunan sistem peringatan dini berbasis data satelit, serta pelibatan masyarakat adat sebagai penjaga lanskap, dapat menekan laju kebakaran. Kearifan lokal—seperti pemetaan angin dan siklus musim—harus diintegrasikan ke dalam kebijakan mitigasi iklim.

2. Restorasi Ekosistem Perbukitan (SDG 15: Kehidupan di Darat)
Program penghijauan dengan vegetasi asli dan tanaman konservasi air dapat mengurangi risiko kebakaran serta memulihkan daya dukung ekologis kawasan.

3. Pariwisata Berkelanjutan yang Tahan Iklim (SDG 8 dan SDG 12)
Mengembangkan paket wisata geologi yang rendah emisi karbon serta melatih pelaku wisata sebagai duta konservasi adalah strategi menjaga keseimbangan antara nilai ekonomi dan ekologis geopark.

4. Pendidikan Iklim Berbasis Geowisata (SDG 4: Pendidikan Berkualitas)
Geopark harus menjadi pusat literasi perubahan iklim—di mana setiap kunjungan tidak hanya menjadi pengalaman visual, tetapi juga membangkitkan kesadaran kritis terhadap krisis planet yang tengah berlangsung.

Menjaga Api Warisan, Memadamkan Api Kehancuran?

Kawasan Danau Toba bukan sekadar situs geologi, tetapi simbol relasi manusia dengan bumi purba.

Dalam konteks krisis iklim, geopark bukan lagi hanya destinasi wisata, tetapi medan perjuangan antara keberlanjutan dan kehancuran.

Api yang membakar perbukitan tak hanya melahap vegetasi, tapi juga menghanguskan harapan akan bumi yang layak diwariskan kepada generasi mendatang.

Pengelolaan Geopark Toba harus sejalan dengan semangat Pembangunan Berkelanjutan (SDGs)—mengintegrasikan pelestarian alam, partisipasi masyarakat, dan transformasi kebijakan.

Tanpa itu, kebakaran tidak hanya akan terus terjadi, tetapi juga akan menjadi simbol kegagalan kolektif kita dalam menjawab tantangan terbesar abad ini: perubahan iklim. ***

 

 

(Penulis adalah Ketua Pusat Studi Geopark Indonesia / Penggiat Lingkungan).

Pos terkait