Medan-Mediadelegasi: Baitul Muslimin Sumatera Utara (BAMUSI Sumut) mengadakan Ngaji Kebangsaan, bertema “Islam dan Pancasila, Dwitunggal yang Tidak Terpisahkan” di Musolla At Taufiq Kantor PDI Perjuangan Sumut Jalan Jamin Ginting, Kota Medan, pukul 14.00 WIB – 15.30 WIB, Rabu (10/3/2021).
Kegiatan itu, diinisiasi Ketua BAMUSI Sumut Drs H Syahrul Efendi Siregar MEi didampingi Sekretaris BAMUSI Sumut Ismail Marzuki serta menghadirkan pemateri H Dadang Darmawan Pasaribu SSos MSi.
Ketua BAMUSI Sumut Drs H Syahrul Efendi Siregar MEi mengatakan ada polemik antara Islam dan Pancasila karena berbeda pandangan.
“Bagi PDI Perjuangan Pancasila sebagai dasar negara RI, sudah menjadi harga mati untuk tetap ditegakkan di Indonesia serta membumi rasa kebangsaan dan kebhinekaan,” ujar Ustadz H Syahrul Efendi Siregar yang juga Sekretaris Fraksi PDI Perjuangan DPRD Sumut.
Sementara pemateri H Dadang Darmawan Pasaribu SSos MSi, Ketua DPD Gerakan Pembumian Pancasila Sumatera Utara menjelaskan melihat judul kita pada diskusi ini, sesungguhnya tidak hanya Islam yang manunggal dengan nilai Pancasila, namun semua agama yang ada di Indonesia nilai-nilainya manunggal dengan nilai-nilai Pancasila.
“Sebab nilai-nilai di dalam Pancasila adalah nilai-nilai luhur yang bersifat universal yang juga merupakan nilai-nilai luhur yang dijunjung semua agama yang sesungguhnya sudah ada dan hidup dalam kehidupan bangsa-bangsa Nusantara,” jelas Dadang.
Dadang menyampaikan terdapat dua pandangan yang kontra terhadap hubungan Pancasila dan Islam.
“Pandangan pertama menyatakan bahwa Pancasila bukan Islam, sehingga tidak pantas diletakkan sebagai dasar negara, agamalah yang semestinya menjadi dasar negara. Pandangan kedua menyatakan bahwa nilai-nilai Pancasila sesuai dengan Islam, sehingga Pancasila sebagai dasar negara tidak bertentangan dengan Islam, bahkan saling mengisi,” jelasnya.
Dipaparkan Dadang, menurut Buya Hamka : KYME Urat Tunggang Pancasila. Pada tahun 1951, Buya Hamka menulis sebuah buku kecil berjudul Urat Tunggang Pancasila, di buku ini beliau berpendapat bahwa urat tunggang Pancasila adalah Ketuhanan Yang Maha Esa, yang tidak lain ialah ajaran Tauhid di dalam Islam.
Jadi menurutnya, apabila seseorang telah bertauhid, maka ia pasti mengamalkan sila pertama, dengan otomatisnya dia juga mengamalkan sila kedua dan seterusnya hingga kelima. Bahkan Buya Hamka menuliskan. “Pancasila sebagai filsafat negara Indonesia akan hidup dengan suburnya dan dapat terjamin sekiranya kaum muslimin sungguh-sungguh memahamkan agamanya sehingga agama menjadi pandangan dan mempengaruhi seluruh langkah hidupnya”.
Sementara pandangan Bung Karno Konsepsi ketuhanan bukan sekadar pelengkap yang baru datang tiba-tiba pada tanggal 1 juni 1945.
Dadang menambahkan jika kita lihat dalam sejarah pemikiran Bung Karno, akan ditemukan bahwa Bung karno sudah sejak lama mendalami dan memahami soal ketuhanan ini. Dalam menggambarkan tentang jati dirinya, Bung Karno memberi penegasan soal ketuhanan.
Dalam Buku Sarinah, dicukilkan “Dalam cita-cita politiku, aku ini seorang nasionalis, dalam cita cita sosialku aku ini sosialis, di dalam cita-cita sukmaku aku ini sama sekali theis. Sama sekali percaya kepada Tuhan, sama sekali mengabdi kepada Tuhan”.
“Pada malam menjelang 1 Juni 1945, ia bertafakur, menjelajahi lapis demi lapis lintasan sejarah bangsa, menangkap semangat yang bergelora dalam jiwa rakyat, dan akhirnya menengadahkan tangan meminta petunjuk kepada Allah SWT agar diberi jawaban yang tepat atas pernyataan tentang dasar negara yang hendak dipergunakan untuk meletakkan negara Indonesia merdeka diatasnya,” jelas Dadang.
Acara tersebut dibawakan oleh Ismail Marzuki selaku Sekretaris BAMUSI Sumut, doa dibacakan oleh H. Syarifuddin Pasaribu, MA dan dihadiri oleh segenap pengurus BAMUSI Sumut. D|Rel.