Medan-Mediadelegasi: Kalangan praktisi dan pemerhati ekonomi dan bisnis di Medan, Sumatera Utara, menilai kebijakan pemerintah melakukan pencabutan atau menghapuskan sistem harga eceran tertinggi (HET) untuk produk minyak goreng (Migor) sejak 16 Maret 2022, sangat rawan terhadap praktik kendali harga dan kendali volume barang oleh para produsen dan distributor yang dapat merugikan konsumen (masyarakat).
“Pencabutan atau hapuskan HET, selain rawan kartel kendali harga, juga akan membuka peluang praktik manipulasi produk secara modifikasi migor subsidi (jenis curah) menjadi migor kemasan dengan berbagai merek dan ukuran. Sehingga, harga minyak subsidi (curah) yang sudah jadi model kemasan (bungkus perekat) itu menjadi lebih mahal, dengan bandrol yang ditetapkan produsen sendiri. Kalau alasan pemerintah, harga itu diserahkan ke mekanisme pasar, lalu di mana lagi rasa peduli dan intervensi pemerintah kepada rakyat dalam hal pengadaan dan pemenuhan kebutuhan pokok rakyatnya,” ujar Polin Pospos kepada Mediadelegasi, Selasa kemarin, di Medan.
Selaku pakar ekonomi nasional, Polin LR Pospos menilai Indonesia sudah saatnya dan harusnya membentuk dan punya lembaga resmi untuk fungsi audit distribusi barang-barang kebutuhan pokok masyarakat, yang selama ini disebut sembilan bahan pokok (Sembako).
Pun selaku Ketua Dewan Pertimbangan Kadin Provinsi Sumut (1993-1998), dia mendukung wacansa wakil ketua umum Kadin Sumut, Sanggam SH Bakkara baru-baru ini, bahwa pemerintah atau negara harusnya punya divisi permanen berupa Lembaga Auditor Sembako atau Audit Pangan.
Bila perlu, ujar dia, badan ini dibentuk sebagai otoritas yang bertanggung jawab langsung kepada Presiden seperti halnya Badan Urusan Logistik (Bulog—soal urusan beras dan gabah), atau Bulog diperluas fungsinya seperti perluasan fungsi BATAN menjadi BRIN baru-baru ini. Soalnya, tindakan model operasi pasar dan razia atau inspeksi Satgas Pangan selama ini, malah tidak efektif, malah rawan spekulasi di antara pihak yang berkepentingan.
Hal senada juga dicetuskan fungsionaris Lembaga Surveyor Ekonomi Indonesia (LSEI) Capt Tagor Aruan, bahwa tindakan pencabutan HET oleh pemerintah malah terkesan mengabaikan amanat Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) RI Nomor 20 Tahun 2017 tentang pelaku usaha distribusi barang kebutuhan pokok seperti sembako di negeri ini.
“Hal ini tidak hanya berpotensi dan sangat rawan akan terjadinya praktik kartel kendali harga dan kendali volume produksi barang sesuka hati produsen dan distributor, tetapi juga rawan praktik kolusi antara kalangan distributor dengan pejabat di instansi terkait apalagi kalau distributornya merupakan anak perusahaan si produsen. Ini harus dicermati,” ujar Tagor serius.