Pada Februari 2022, Pemerintah akhirnya memberikan hak pengelolaan sah atas 7.213 hektare hutan adat kepada enam kelompok masyarakat Tano Batak.
Enam kelompok masyarakat adat Tano Batak yang mendapatkan pengakuan penggunaan lahan. Keenam komunitas adat itu adalah Pandumaan Sipituhuta, Nagasaribu Onan Harbangan, Bius Huta Ginjang, Janji Maria, Simenak-menak, dan Tornauli Aek Godang Adiankoting.
Enam kelompok masyarakat adat itu berkomitmen untuk melestarikan hutan adat mereka dan menyatakan siap merealisasikan program pemulihan kawasan hutan adat mereka dengan mulai menanam kembali spesies hutan asli, termasuk pohon kemenyan.
“Saya sangat gembira walaupun saya sadar bahwa ini bukanlah perjuangan saya sendiri. Ini adalah kemenangan buat gerakan Masyarakat Adat di Indonesia. Perjuangan hak atas tanah, hak atas identitas kita itu tidak turun dari langit,” tuturnya.
Delima bukan yang pertama mendapat penghargaan serupa. Sebelum Delima ada Loir Botor Dingit (1997), Yosepha Alomang (2001), Yuyun Ismawati (2009), Prigi Arisandi (2011), Aleta Baun (2013), dan Rudi Putra (2014) yang berhasil mendapatkannya.
Sebagaimana diinformasikan, Goldman Environmental Prize dirintis di San Francisco pada 1989 oleh pemuka masyarakat dan filantropis Richard dan Rhoda Goldman.
Hingga kini, Goldman Environmental Prize telah memberi penghargaan kepada 219 pemenang, termasuk 98 perempuan di 95 negara. D|rel