Gagasan ‘PPN Turun’ Menguat di Tengah Tekanan Daya Beli, Menkeu Purbaya Waspadai Kesehatan Fiskal

Menanti Gebrakan Baru Purbaya, Berani Turunkan PPN Jadi 8%! Foto: Ist.

“Dalam konteks ini, wacana kebijakan penurunan tarif PPN tentu relevan sebagai salah satu instrumen untuk meringankan beban masyarakat dan merangsang permintaan/konsumsi,” pungkas Shinta.

Dukungan serupa datang dari parlemen. Ketua Komisi XI DPR Mukhamad Misbakhun bahkan mengusulkan penurunan tarif PPN yang lebih agresif, yakni dari 11% saat ini menjadi 10%, atau bahkan 8%.

Misbakhun, yang merupakan politikus Partai Golkar, menegaskan penurunan PPN diperlukan untuk “Mengangkat daya beli masyarakat” di tengah tekanan yang ada.

Bacaan Lainnya

Kebijakan tarif PPN memang memiliki riwayat fluktuasi. Sejak Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP) ditetapkan, tarif PPN naik dari kisaran 10% menjadi 11% pada 2022, dan rencananya berlanjut ke 12% pada 2025.

Namun, karena penolakan publik, kenaikan ke 12% pada 2025 akhirnya hanya diberlakukan khusus untuk barang mewah, sementara tarif dasar tetap 11%.

Menariknya, Pasal 7 ayat 3 UU HPP memberi ruang fleksibilitas bagi Menteri Keuangan untuk menurunkan tarif PPN hingga level terendahnya, yakni 5%.

Meskipun UU membuka pintu, para ekonom memperingatkan risiko fiskal. Head of Center Macroeconomics and Finance INDEF M. Rizal Taufikurahman menilai struktur APBN saat ini belum memiliki ruang yang luas untuk stimulus sebesar itu.

Rizal menyoroti realitas per September 2025, di mana pendapatan negara turun sekitar 7,2% YoY. Ia khawatir, penurunan PPN akan menggerus penerimaan pajak dalam jangka pendek, sebab elastisitas konsumsi terhadap perubahan tarif PPN di Indonesia relatif rendah.

“Jika tidak diimbangi dengan perluasan basis pajak, peningkatan kepatuhan, dan efisiensi belanja K/L, kebijakan ini justru mendorong pelebaran defisit dan mempersempit ruang fiskal tahun depan,” ujarnya.

Senada, Ekonom CORE Indonesia Yusuf Rendy Manilet mengingatkan bahwa meski berpotensi meningkatkan konsumsi, penurunan PPN akan menimbulkan risiko penurunan penerimaan negara dalam jangka pendek, mengingat PPN adalah kontributor terbesar pendapatan pajak.

Yusuf menyarankan, untuk mencegah beban fiskal jangka panjang, penurunan PPN harus diiringi dengan pengelolaan belanja yang lebih efisien, terutama pada subsidi pangan, bantuan sosial, dan dukungan bagi UMKM, agar stimulus yang diberikan menjadi langkah strategis yang terintegrasi dan berkelanjutan. D|Red.

 

Baca artikel menarik lainnya dari
mediadelegasi.id di GOOGLE NEWS.

Pos terkait