“Para Liner di kita (Indonesia-red) harus memenuhi kebutuhan minimal peti kemas supaya tidak kesulitan. Ini seperti permainan, kargo kita semua terblok. Sama saja ekspor ke barat terhenti. Pemerintah harus campur tangan. Ini sudah rapat bersama negara lain tapi kami belum lihat ada concern dari kementerian kita. Makanya kami mendesak Presiden Jokowi supaya memberikan instruksi,” jelasnya.
Menurutnya apabila kondisi saat ini tidak mengalami banyak perubahan dan penyelidikan, maka sampai tahun depan pun persoalan ini masih belum ada solusinya.
“Ini masih harus dibedah. Kalau enggak dilihat ada enggak ada action apa-apa mereka makin seenaknya. Ocean freight kan naiknya udah gila-gilaan. Rata-rata kisaran 500 persen menjadi ribuan dollar dari sebelumnya ratusan dollar AS,” imbuhnya.
Dia memaparkan kerugian yang dialami pelaku sudah sangat besar dari sisi nominal akibat barang yang tertunda berangkat dan menumpuk seperti yang terjadi di Sumut, Bali dan Jawa Timur karena tidak tersedianya peti kemas. Apalagi dengan meroketnya ocean freight para pembeli juga pada akhirnya tidak mau membayarnya.
Imbasnya, barang yang tak dibayar juga batal diberangkatkan. Kerugian ini terjadi bagi sejumlah industri nasional karena sudah memproduksi barang tetapi batal berangkat dan tak dibayar dibayar. Menurutnya, aksi yang tegas perlu diambil oleh Kementerian Perhubungan karena sebagai pihak yang berwenang memutuskan kapal keluar masuk wilayah Indonesia. D|Red