Kepala Kanwil BPN Sumut Dadang Suhendi memaparkan dari survei di lapangan GTRA 2019, tanah transmigrasi yang belum bersertifikat di Sumut yakni terletak di Desa Namotualang, Kecamatan Sibiru-biru, Kabupaten Deliserdang dengan luas 0,8 Ha. Tidak bisa disertifikasi karena terkendala surat perolehan tanah lokasi hilang.
“Transmigrasi berasal dari pascakerusuhan yang terjadi di Provinsi Aceh pada tahun 2002 sampai saat ini tanah belum disertifikasi. Ditempati 60 kepala keluarga (KK), di mana tiap KK mendapat tanah dengan ukuran 10×10 meter,” katanya.
Kemudian pelepasan Tanah Objek Reforma Agraria (TORA) berdasarkan surat dari Dirjen Penataan Agraria No 94/500/VII/2020 tangal 27 Juli 2020, total luas tanah yang berpotensi TORA yang berasal dari pelepasan kawasan hutan seluas 18.035.179 Ha yang tersebar di 16 kabupaten/kota di Sumut.
Sementara perkebunan kelapa sawit di Sumut mencapai 1.256.808 Ha dengan rincian 505.882,84 Ha (40%) dikelola oleh perusahan perkebunan swasta, 321.663,85 Ha (26%) dikelola perusahaan perkebunan negara dan 429.261,31 Ha (34%) dikelola perkebunan sawit rakyat. Kendala yang dihadapi petani sawit umumnya berkaitan dengan tumpang-tindih lokasi kawasan hutan dan besarnya biaya sertifikat.
“GTRA Sumut telah mengambil peran secara bersama-sama melalui rapat pembahasan dengan OPD terkait, dengan menggandeng sebuah lembaga pendamping yakni Kompasia Enviro. Kompasia Enviro selain mendampingi dalam hal budidaya juga memprakarsai pemetaan spesial partisipatif untuk memperoleh data awal,” katanya.
Sementara itu, Dirjen Penataan Agraria Kementerian ATR/BPN Andi Tenrisau dalam arahannya meminta GTRA Sumut untuk segera merencanakan aksi percepatan reforma agraria dengan penguatan lembaga GTRA berkoordinasi dengan stakeholder terkait. “Mari berkolaborasi dengan stakeholder yang ada yakni masyarakat, pemerintah pusat dan daerah, penegak hukum dan lainnya,” katanya. D|Med-54