Indonesia: Negeri Subur di Atas Cincin Api, Antara Keindahan dan Ancaman

Ilustrasi : Indonesia Negeri Subur di Atas Cincin Api, Antara Keindahan dan Ancaman. (Foto : AI.)

Medan-Mediadelegasi : Indonesia, negeri yang dikenal akan keindahan alamnya yang melimpah dan tanahnya yang subur, menyimpan kekuatan alam yang dahsyat: gunung-gunung berapi aktif. Keindahan alam ini berdampingan dengan ancaman letusan gunung berapi yang sewaktu-waktu dapat terjadi, meninggalkan jejak panjang dalam sejarah, menimbulkan duka, dan mengubah lanskap, bahkan mempengaruhi iklim global.

 

Baru-baru ini, Gunung Lewotobi Laki-Laki di Flores Timur, Nusa Tenggara Timur (NTT), kembali meletus pada 7 Juli 2025, dua kali dalam sehari. Kolom abu vulkanik yang membumbung tinggi hingga 18 kilometer dan lontaran lava pijar yang mencapai 5 kilometer dari puncak gunung memaksa penutupan dua bandara dan pembatalan puluhan penerbangan. Kejadian ini menjadi pengingat akan kekuatan alam yang tak terbendung.

 

Bacaan Lainnya
Jejak letusan gunung berapi di Indonesia telah terukir dalam sejarah, meninggalkan catatan panjang tragedi dan pelajaran berharga. Gunung Merapi, di perbatasan Yogyakarta dan Jawa Tengah, merupakan salah satu gunung berapi paling aktif di Indonesia, dengan letusan terdahsyatnya pada Oktober-November 2010 yang menewaskan sekitar 380 orang.

 

Tragedi Merapi 2010 menyisakan kisah pilu Mbah Maridjan, juru kunci gunung yang memilih untuk tetap berada di rumahnya, menjalankan amanah spiritualnya hingga akhir hayat. Kisah ini menjadi simbol pengorbanan dan ketaatan pada keyakinan di tengah ancaman maut. Tragedi serupa juga menimpa relawan PMI pada 2006 yang tewas terjebak awan panas di bunker Kaliadem.

 

Indonesia terletak di “Ring of Fire”, jalur cincin api dunia sepanjang 40.000 kilometer yang membentang di sepanjang Samudra Pasifik. Letak geografis ini menjadikan Indonesia memiliki 127 gunung berapi aktif, dan rentan terhadap letusan gunung berapi dan gempa bumi. Pertemuan lempeng tektonik yang aktif di wilayah ini menjadi penyebab utama tingginya aktivitas vulkanik.

 

Sejarah mencatat sejumlah letusan gunung berapi dahsyat di Indonesia yang dampaknya terasa hingga ke mancanegara. Letusan Gunung Tambora (1815) di Sumbawa, Nusa Tenggara Barat (NTB), begitu dahsyat hingga menyebabkan “Tahun Tanpa Musim Panas” di Eropa dan Amerika, dengan penurunan suhu global yang signifikan, gagal panen, dan cuaca ekstrem.

 

Letusan Gunung Krakatau (1883) di Selat Sunda memuntahkan material vulkanik hingga 24 kilometer ke udara, suaranya terdengar hingga Australia, dan menyebabkan tsunami setinggi 24 meter. Letusan ini juga memicu kegelapan global selama dua hari dan mengubah iklim dunia selama lebih dari setahun.

 

Gunung Agung di Bali (1963) menyemburkan abu vulkanik hingga 10 kilometer ke atmosfer, mengubah siang menjadi malam, dan jejak belerang dari letusannya bahkan terdeteksi hingga lapisan es Greenland.

 

Letusan supervolcano Gunung Toba di Sumatra Utara sekitar 74.000 tahun lalu merupakan letusan yang paling dahsyat dalam sejarah Indonesia. Letusan ini menciptakan kaldera raksasa yang kini menjadi Danau Toba, dan diperkirakan telah hampir memusnahkan populasi manusia purba.

 

Meskipun manusia tidak dapat mencegah bencana alam, ilmu pengetahuan memberikan harapan untuk meminimalkan risiko. Pengembangan vulkanologi berperan penting dalam membaca tanda-tanda alam, memahami karakteristik gunung berapi, dan menyusun sistem mitigasi yang lebih baik.

 

Hidup di atas Ring of Fire bukan berarti hidup dalam ketakutan, melainkan hidup dengan kesadaran akan kekuatan alam dan kesiapsiagaan menghadapi potensi bencana. Pengetahuan, teknologi, dan kesiapsiagaan masyarakat menjadi kunci untuk mengurangi dampak negatif letusan gunung berapi dan membangun kehidupan yang harmonis dengan alam. D|Red.

Pos terkait