Kejagung Hormati Gugatan UU Kejaksaan ke MK, Pertanyakan Kewenangan Berlebih Jaksa

Foto: Ist

Jakarta-Mediadelegasi: Undang-Undang (UU) Kejaksaan Republik Indonesia digugat ke Mahkamah Konstitusi (MK) oleh dua advokat, Harmoko dan Juanda. Gugatan tersebut menyasar Pasal 8 ayat (5) UU Kejaksaan yang mengatur tentang izin Jaksa Agung untuk pemanggilan, pemeriksaan, penggeledahan, penangkapan, dan penahanan terhadap Jaksa. Kejaksaan Agung (Kejagung) menyatakan menghormati proses hukum yang sedang berjalan.

Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung, Harli Siregar, menegaskan bahwa Kejagung menghormati berbagai pandangan dan upaya hukum dari masyarakat. Namun, Harli mempertanyakan poin krusial dalam gugatan tersebut: kewenangan Jaksa mana yang dianggap berlebihan. Ia menekankan bahwa kewenangan Kejaksaan Agung dibangun berdasarkan kebutuhan masyarakat dan bertujuan untuk melindungi kepentingan masyarakat.

Pemohon berargumen bahwa Pasal 8 ayat (5) UU Kejaksaan memberikan hak imunitas yang berlebihan kepada Jaksa, berbeda dengan penegak hukum lain seperti hakim, polisi, dan advokat. Mereka menilai pasal tersebut bertentangan dengan prinsip equality before the law yang tercantum dalam UUD 1945. Pemohon juga menitikberatkan pada ketidakadaan pengecualian kualifikasi dan jenis tindak pidana yang dilakukan Jaksa.

Sebagai perbandingan, pemohon mencontohkan UU Advokat yang mengatur hak imunitas, namun tetap memungkinkan pemeriksaan dan penahanan advokat jika terbukti melanggar hukum dan tidak bertindak berdasarkan itikad baik. Oleh karena itu, pemohon memohon kepada MK untuk menyatakan Pasal 8 ayat (5) UU Kejaksaan bertentangan dengan UUD 1945.

Sidang pendahuluan perkara ini telah digelar pada 16 Mei 2025. Kejagung menyerahkan sepenuhnya keputusan kepada hakim konstitusi. Harli Siregar meminta masyarakat dan media untuk bersikap kritis terhadap argumen yang diajukan dalam gugatan tersebut, khususnya terkait kewenangan Jaksa yang dianggap berlebihan.

Pemohon mengajukan dua alternatif perubahan pada Pasal 8 ayat (5) UU Kejaksaan. Pertama, meminta agar izin penyelidikan dan penahanan Jaksa hanya dapat dilakukan atas izin Presiden, kecuali dalam kondisi tertentu seperti tertangkap tangan atau kasus kejahatan berat. Kedua, pemohon mengusulkan agar persetujuan tertulis dari Presiden diberikan paling lambat 30 hari setelah permohonan diajukan, dan apabila tidak diberikan, proses penyidikan dapat dilanjutkan.D|Red

Pos terkait