Jakarta-Mediadelegasi: Kasus dugaan korupsi pemberian kredit kepada PT Sri Rejeki Isman Tbk (Sritex) terus bergulir. Kejaksaan Agung (Kejagung) gencar melakukan serangkaian pemeriksaan terhadap sejumlah saksi kunci untuk mengungkap seluruh jaringan dan kronologi kasus tersebut. Pemeriksaan intensif ini bertujuan untuk memperkuat bukti dan melengkapi berkas perkara guna proses hukum selanjutnya.(11/06)
Pada Selasa (10/6/2025), Kejagung memeriksa sebanyak 13 saksi. Di antara saksi-saksi tersebut terdapat eks Direktur Utama Bank Jawa Barat dan Banten (Bank BJB), Yuddy Renaldi. Kehadiran Yuddy Renaldi dalam pemeriksaan sangat penting karena Bank BJB merupakan salah satu lembaga yang terlibat dalam pemberian kredit kepada Sritex.
Tidak hanya Yuddy Renaldi, beberapa pejabat Bank BJB lainnya juga turut diperiksa. Mereka adalah RL (Direktur IT dan Treasury), NK (Direktur Keuangan dan Manajemen Risiko), SRT (Direktur Keuangan dan Retail), dan TS (Direktur Operasi). Pemeriksaan terhadap pejabat Bank BJB ini dimaksudkan untuk mengungkap peran dan keterlibatan mereka dalam proses pemberian kredit yang diduga bermasalah.
Selain pejabat Bank BJB, Kejagung juga memeriksa pejabat dari Bank DKI, yakni PD (Asisten Departemen Pencairan Pinjaman), HH (Officer Departemen Pencairan Pinjaman), dan FSP (Pemimpin Grup Administrasi Kredit dan Pembiayaan). Serta, turut diperiksa seorang karyawan Bank BPD Jawa Tengah (NLH) dan LW selaku Direktur PT Adi Kencana Mahkota Buana.
Bahkan, pengacara dari CV Prima Karya, SMT dan ER, yang menggugat Sritex dalam proses PKPU juga turut dimintai keterangan. Hal ini menunjukkan bahwa Kejagung melakukan penyelidikan menyeluruh, termasuk memperhatikan aspek hukum lainnya di luar aspek perbankan.
Kejagung telah menetapkan tiga tersangka dalam kasus ini. Mereka adalah Dicky Syahbandinata (mantan Pemimpin Divisi Korporasi dan Komersial Bank BJB), Zainuddin Mappa (mantan Direktur Utama PT Bank DKI), dan Iwan Setiawan Lukminto (mantan Direktur Utama PT Sritex). Ketiganya diduga terlibat dalam praktik pemberian kredit yang tidak sesuai prosedur, mengakibatkan kredit macet dan kerugian negara mencapai Rp 692 miliar.
Pemeriksaan terus dilakukan untuk mengungkap seluruh fakta dan memastikan semua pihak yang bertanggung jawab diproses secara hukum. Kasus ini menjadi perhatian publik karena nilai kerugian negara yang cukup besar, serta implikasinya terhadap kepercayaan publik terhadap sektor perbankan dan dunia usaha.D|Red