Sejumlah hal yang harus ditanggapi Hendro Susanto selaku Ketua Komisi A DPRD Sumut adalah terkait surat penolakan dari Fraksi PDIP, penetapan 7 nama yang menggunakan sistem skoring, bukan musyawarah mufakat atau voting sebagaimana Tatib DPRD, kericuhan di rapat Komisi A yang videonya sempat viral.
“Dan jelas ada surat penolakan dari Fraksi PDI Perjuangan terhadap nama-nama komisioner yang ditetapkan secara sepihak dan tidak sesuai mekanisme oleh Ketua Komisi A DPRD Provinsi Sumatera Utara. Siapapun sudah bisa melihat bahwa ada masalah dalam seleksi KPID tersebut, dikira masyarakat bodoh, tidak bisa membaca persoalan tersebut,” jelasnya.
Lalu uji publik yang tidak dilakukan sebelum fit and proper test, serta pertimbangan meloloskan Muhammad Syahrir dan Ramses Simanullang langsung ke DPRD. Padahal SK perpanjangan keduanya pernah dipersoalkan Hendro Susanto karena melanggar Peraturan KPI Nomor 1/2014 Pasal 27.
“Substansi somasi ini agar saudara Hendro Susanto menjelaskan dasar hukum penetapan 7 nama yang diketoknya. Ini penting agar semua terang-benderang. KPID adalah lembaga negara dan seluruh akuntabilitasnya harus diketahui publik,” jelasnya.
Ranto juga melihat adanya desakan pihak-pihak tertentu agar Ketua DPRD Sumut meneken SK penetapan 7 komisioner karena menganggap proses pemilihannya sesuai koridor. Namun, ia tetap mengingatkan bahwa desakan itu menyesatkan serta menjerumuskan.
“Desakan itu sangat menyesatkan. Ketua Fraksi PKS saudara Jumadi bilang tak ada masalah. Dari mana tak ada masalahnya. Rekaman video rapat ricuh viral, Fraksi PDIP menolak, Ombudsman dan Badan Kehormatan terus dalami dan sudah memanggil Hendro, aduan ke Ditkrimsus Polda sedang berproses. Gubernur pun ikut disomasi. Janganlah kita jerumuskan DPRD jadi lembaga politik yang kotor dan tidak taat hukum,” tegasnya.(D|Red/tribunnews.com)