Sedangkan narasumber lain, yakni Prof Dr Sihol Situngkir menekankan upaya pencegahan kebakaran hutan harus diutamakan dengan menyadarkan masyarakat.
“Kesadaran masyarakat adalah kunci keberhasilan pencegahan kebakaran hutan dan lahan di Danau Toba,” ucapnya.
Menanamkan kesadaran dan kepedulian masyarakat untuk mencegah Karhutla sesungguhnya harus dijadikan pekerjaan rumah yang diaktualisasikan melalui sosialisasi oleh setiap pemerintah kabupaten yang berada di kawasan Danau Toba.
“Melalui sosialisasi yang baik dan benar, diharapkan akan tumbuh sense of belonging atau rasa memiliki untuk bahu membahu menjaga kelestarian hutan di wilayah itu,” ujar Sihol..
Hakim Tinggi Papua Antonius Simbolon, SH,MA yang juga putra kelahiran Samosir, mengingatkan bahwa kebakaran hutan rentan mengakibatkan hutan menjadi gundul, sehingga tidak mampu lagi menampung cadangan air di saat musim hujan, hal ini dapat menyebabkan tanah longsor ataupun banjir.
Selain itu, kebakaran hutan dan lahan juga mengakibatkan berkurangnya sumber air bersih dan bencana kekeringan, karena tidak ada lagi pohon untuk menampung cadangan air.
“Berdasarkan pengamatan saya, peristiwa kebakaran yang melanda perbukitan Danau Toba sejak dulu sampai sekarang ini dominan terjadi di sekitar kawasan yang hampir sama,” ujar dia.
Menurut Sebastian Hutabarat selaku aktivis lingkungan hidup asal Balige, masalah kebakaran hutan yang selama ini melanda sebagian dataran tinggi di Danau Toba masih belum seberapa dampak buruknya jika dibandingkan ratusan ribu hektare hutan di beberapa kabupaten di sekitar danau itu yang sudah berubah fungsi menjadi hutan tanaman industri, yakni eukaliptus.
“Penghancuran hutan yang tadinya hutan alam menjadi tanaman eukaliptus berdampak pada sulitnya masyarakat mendapatkan air minum dan irigasi untuk persawahan. Kesulitan air menyebabkan sawah berubah fungsi,” kata dia.
Ironisnya, lanjut Sebastian, pemerintah di tingkat pusat maupun daerah sejak puluhan tahun lalu hingga saat ini belum ada tanda-tanda untuk mengembalikan hutan tanaman industri yang dikelola oleh perusahaan swasta tersebut kembali menjadi hutan alam.
Sanitasi
Sementara itu, Guru Besar UI Prof. Dr Haula Rosdiana menekankan hal yang tidak kalah penting dalam konteks pengelolaan ekosistem Danau Toba adalah soal kesehatan dan sanitasi.
Menurutnya, Danau Toba adalah objek wisata yang berhubungan dengan air, sehingga kebersihannya harus sangat diperhatikan, termasuk sanitasi.
“Kondisi air dan sanitasi yang buruk dapat menjadi faktor penyebab tingginya angka stunting terhadap anak di Indonesia,” tambahnya.
Untuk mendukung Danau Toba sebagai destinasi pariwasata super prioritas, katanya, di kawasan tersebut perlu segera direalisasikan pembangunan jaringan instalasi pengolahan air limbah (IPAL) agar limbah cair domestik dari rumah tangga dan perhotelan tidak lagi mencemari danau terbesar di Indonesia itu.
Dikatakan Haula, air bersih merupakan salah satu kebutuhan mendasar manusia untuk memenuhi standar kehidupan secara sehat.
Masyarakat yang tercukupi kebutuhan air bersih, ujar dia, akan terhindar dari penyakit yang menyebar lewat air dan memiliki hidup yang berkualitas.
Oleh karena itu, kata dia, mutlak dibutuhkan infrastruktur Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM) untuk mengatasi permasalahan ketersediaan air minum sebagai kebutuhan dasar bagi masyarakat di wilayah tersebut. D|Red-04