Jakarta-Mediadelegasi: Pada 3 Juli 1988, dunia menyaksikan tragedi mengerikan di atas Selat Hormuz. Kapal perang AS, USS Vincennes, menembak jatuh pesawat penumpang Iran Air Flight 655, menewaskan seluruh 290 jiwa yang berada di dalamnya.
Insiden ini bukan sekadar kecelakaan, melainkan kesalahan fatal yang berdampak besar pada hubungan AS-Iran dan hingga kini masih menyisakan pertanyaan.
USS Vincennes, yang tengah berpatroli di wilayah konflik Iran-Irak, salah mengidentifikasi pesawat Airbus A300 Iran Air 655 sebagai pesawat tempur F-14 Iran. Dalam hitungan detik, rudal-rudal ditembakkan, menghancurkan pesawat sipil yang tengah dalam perjalanan rutin dari Teheran ke Dubai.
Kejadian ini terjadi di zona udara yang telah ditentukan, jauh dari area pertempuran.
Setelah insiden tersebut, militer AS awalnya membela diri dengan klaim salah identifikasi. Namun, bukti-bukti yang tak terbantahkan memaksa mereka mengakui kesalahan.
Meskipun demikian, AS menolak meminta maaf secara resmi. Pemerintah AS hanya menyampaikan “penyesalan” atas kejadian ini. Sikap ini dinilai sebagai penghinaan oleh Iran dan keluarga korban.
Presiden AS Ronald Reagan saat itu bahkan membenarkan tindakan USS Vincennes, menyebutnya sebagai aksi bela diri.
Klaim ini dibantah banyak pihak karena bukti menunjukkan kesalahan fatal dalam identifikasi dan prosedur. Perbedaan persepsi ini memperburuk hubungan kedua negara yang sudah tegang.
Kasus ini akhirnya berlanjut ke Mahkamah Internasional. Pada 1992, AS dijatuhi hukuman untuk membayar ganti rugi kepada keluarga korban. Namun, bahkan dalam putusan ini,