Buku Guru Pa Timpus Sembiring Pelawi Bawa Pesan Keteladanan

Buku Guru Pa Timpus Sembiring Pelawi Bawa Pesan Keteladanan
Keluarga besar garis keturunan Guru Pa Timpus Sembiring Pelawi yang diwakili Sidarta Sembiring Pelawi (kiri) foto bersama Ketua DPRD Kota Medan Hasyim (kedua kiri) dan ketua panitia John Peter Roy Kaban (kanan), usai peresmian peluncuran Buku berjudul Bunga Rampai Kisah Perjalanan Guru Pa Timpus Sembiring Pelawi Pendiri Kuta Madan dan Eksistensi Masyarakat Karo, di convention hall Hotel Danau Toba Medan, Sabtu (21/10). Foto: D|Red-04

Medan-Mediadelegasi: Buku berjudul Bunga Rampai Kisah Perjalanan Guru Pa Timpus Sembiring Pelawi Pendiri Kuta Madan dan Eksistensi Masyarakat Karo, banyak membawa pesan dan menanamkan nilai-nilai keteladanan tentang hidup rukun dan toleran dalam kemajemukan.

“Guru Pa Timpus Sembiring Pelawi selama masa pengembaran sekitar pertengahan abad XV dari tanah kelahirannya di Ajijahe, Kabupaten Karo hingga mendirikan Kuta Madan yang kemudian bernama Kota Medan, selalu meninggalkan jejak keteladan tentang hidup rukun dan penuh toleransi di tengah kemajemukan suku, agama dan ras,” kata sejarawan asal Sumatera Utara (Sumut), Wara Sinuhaji.

Pernyataan itu dipaparkan Wara Sinuhaji bersama tiga penulis buku tersebut lainnya saat menjadi narasumber dalam acara seminar dan pelucuran buku berjudul Bunga Rampai Perjalanan Guru Pa Timpus Sembiring Pelawi Pendiri Kuta Madan dan Eksistensi Mayarakat Karo, di convention hall Hotel Danau Toba Medan, Sabtu (22/10).

Menurut dia, salah satu contoh keteladanan ditunjukkan oleh Guru Pa Timpus Sembiring Pelawi dalam kehidupan bersosial, yakni sifat ringan tangan membantu orang-orang sakit yang membutuhkan pengobatan.

Konon, Guru Pa Timpus Sembiring Pelawi dikenal sebagai sosok tokoh yang sakti dan ahli dalam pengobatan, sehingga dia selalu didatangi orang yang membutuhkan pertolongan.

Selama mengabdikan diri sebagai ahli pengobatan atau tabib, Guru Pa Timpus telah banyak menyembuhkan orang sakit dan kisah keberhasilan sang tabib mengobati orang dengan rasa tulus serta tanpa membeda-bedakan latar belakang suku, agama dan ras ketika itu membuat namanya semakin tersohor hingga ke berbagai daerah di sekitarnya.

Tidak hanya itu, lanjut Wara, kampung atau kuta yang dihuni Guru Pa Timpus Sembiring Pelawi pada masa itu persisnya di sekitar lokasi pertemuan antara Sungai Deli dengan Sungai Babura, juga disebut sebagai Kuta Madan, di mana madan dalam bahasa Karo berarti sembuh.

“Nilai keteladanan seperti yang diterapkan Guru Pa Timpus Sembiring Pelawi semasa hidupnya dengan cara berbagi kebaikan dengan membantu sesama tanpa memandang latar belakang suku, agama dan ras, merupakan suatu pilar berarti dalam kehidupan bermasyarakat dan perlu terus dipedomani dalam kehidupan bersosial,” kata mantan dosen Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara (USU) itu.

Salah seorang penulis buku lainnya, yakni Roy Fachrabi Ginting, menjelaskan bahwa buku berjudul Bunga Rampai Kisah Perjalanan Guru Pa Timpus Sembiring Pelawi Pendiri Kuta Madan dan Eksistensi Masyarakat Karo merupakan kumpulan berbagai tulisan dan catatan yang bersumber dari berbagai makalah, artikel di media masa, cerita lisan dan cerita rakyat.

“Buku ini dibuat dengan harapan dan tujuan agar kelak dapat menjadi salah satu sarana dan pintu masuk agar keseluruhan isi buku ini dapat disempurnakan menjadi karya ilmiah yang terlebih dahulu dibahas dalam forum seminar dan kajian akademik,” ujarnya.

Dikatakan Roy Fachrabi, buku tersebut juga dilengkapi kisah tentang eksistensi budaya masyarakat Suku Karo di Kota Medan secara khusus dan di dalam kehidupan berbangsa dan bernegara secara umum, baik pascawafatnya Guru Pa Timpus Sembiring Pelawi maupun pada masa kini.

Namun, diakuinya, tulisan di dalam buku berjudul Bunga Rampai Kisah Perjalanan Guru Pa Timpus Sembiring Pelawi Pendiri Kuta Madan dan Eksistensi Masyarakat Karo tersebut masih sangat jauh dari sebuah nilai kesempurnaan.

Karena itu, pihaknya mengharapkan agar buku tersebut dapat menjadi bahan riset dan penelitian bagi para penulis lain dan kalangan akademisi untuk lebih disempurnakan.

Berdasarkan catatan para penulis, menurut Roy, buku yang mengangkat tentang kisah perjalanan hidup Guru Pa Timpus Sembiring Pelawi hingga saat ini masih sangat sedikit.

Buku berjudul Bunga Rampai Kisah Perjalanan Guru Pa Timpus Sembiring Pelawi Pendiri Kuta Madan dan Eksistensi Masyarakat Karo juga melibatkan dua penulis lainnya, yakni Dr. Bakhrul Amal Khair, M.Si dan Drs. Akhmad Riza Siregar, M.Si.

Peluncuran buku dilakukan oleh keluarga besar keturunan Guru Pa Timpus Sembiring Pelawi yang diwakili Sidarta Sembiring Pelawi bersama ketua panitia John Peter Roy Kaban serta dilanjutkan dengan pemukukan pemukulan gong oleh Bupati Karo Cory S Sebayang sebagai tanda diresmikannya peluncuran buku setebal 170 halaman tersebut. D|Red-04

Pos terkait