Pasalnya, korban Jons Arifin Turnip tidak pernah bersengketa tentang kepemilikan lahan di Pengadilan Negeri.
“Maka, kami meminta kepada Jaksa Agung RI agar segera mengevaluasi kinerja Kejaksaan Tinggi Sumatra Utara (Kejatisu) yang kami nilai tidak berdaya dalam menyidangkan perkara penyerobotan lahan yang terjadi di Samosir. Padahal, pemerintah pusat sangatlah serius dan berkomitmen menindak tegas para pelaku oknum mafia tanah yang memalsukan surat kepemilikan tanah,” tambahnya.
Lebih lanjut, Panjaitan menjelaskan sudah berkordinasi dengan penyidik Kepolisian Polda Sumatra Utara yang menangani perkara pidana ini dan penyidik Polda menyatakan ada petunjuk dari Kejaksaan Tinggi Sumatra Utara perihal ditundanya perkara pidana ini dikarenakan ada perkara perdata.
“Terkait petunjuk adanya perkara perdata, sekali lahi kami nilai jelas salah arti dan tidak benar adanya perkara perdata dalam pidana ini,” terangnya.
Tidak itu saja, pihaknya segera menyurati Presiden RI, Kejaksaan Agung dan Kementerian ATR/BPN agar dapat kiranya memberi atensi dalam penanganan permasalahan yang menimpa para korban Mafia tanah di Kabupaten Samosir serta meminta Kejaksaan Tinggi Sumatra Utara harus mengkaji ulang dan meneliti ulang berkas perkara atas nama tersangka PS dan KS secara objektif supaya perkara tersebut agar segera dilanjutkan ke Pengadilan untuk disidangkan agar tercipta kepastian hukum terutama bagi masyarakat pencari keadilan.
Sementara itu, Sekretaris Lembaga Kajian Kebijakan Publik (LKKP) Keadilan, Achmad Riza Siregar mengatakan, Kejaksaan sejatinya harus memberikan kepastian hukum bagi setiap masyarakat Indonesia yang sedang menjalani proses hukum.
Dengan tidak melanjutkan perkara pidana ke Pengadilan, Kejaksaan Tinggi Sumatra Utara jelas telah menodai hukum dan menciderai masyarakat kecil para korban ulah nakal oknum mafia tanah.