Suryadharma diduga melanggar Pasal 2 Ayat 1 atau Pasal 3 UU No 31 tahun 1999 tentang Tindak Pidana Korupsi, karena secara melawan hukum atau menyalahgunakan kewenangannya dalam menunjuk orang-orang tertentu yang tidak memenuhi persyaratan sebagai Petugas Panitia Penyelenggara Ibadah Haji (PPIH) Arab Saudi.
Selain itu, Suryadharma juga diduga mengangkat Petugas Pendamping Amirul Hajj tidak sesuai ketentuan, menggunakan dana operasional menteri (DOM) tidak sesuai peruntukannya, serta mengarahkan tim penyewaan perumahan haji dan memanfaatkan sisa kuota haji tidak sesuai ketentuan.
Akibat perbuatannya, negara diduga mengalami kerugian sebesar Rp27,283 miliar dan SR 17,967 juta.
Wakil Kepala Badan Penyelenggara Haji (BP Haji), Dahnil Azhar Simanjuntak, mengakui adanya praktik kartel dalam pengelolaan haji di Indonesia selama ini. Hal ini menjadi perhatian serius dari pemerintah, terutama Presiden Prabowo Subianto, yang menekankan agar pengelolaan haji harus bebas dari korupsi dan akuntabel.
“Karena memang ada fakta bahwasanya pengelolaan haji itu ada kartel,” ujar Dahnil, mengungkapkan realitas yang selama ini menjadi masalah dalam penyelenggaraan haji di Indonesia.
Dahnil menambahkan bahwa kartel haji tidak hanya terjadi di dalam negeri, tetapi juga melibatkan pihak-pihak di luar negeri. “Ada kartel haji baik di luar negeri maupun di Indonesia. Nah, itu yang perlu dibersihkan dan dituntaskan,” tegasnya.
Mulai tahun 2026, penyelenggaraan haji Indonesia akan berada di bawah kewenangan BP Haji. Diharapkan, dengan perubahan ini, pengelolaan haji akan menjadi lebih transparan, akuntabel, dan bebas dari praktik korupsi yang merugikan negara dan masyarakat. D|Red.
Baca artikel menarik lainnya dari
mediadelegasi.id di GOOGLE NEWS.






