Koordinasi dan Kolaborasi
Sedangkan Joshua Simanjuntak dari Kemenparekraf sependapat, membuat rencan bersama untuk merubah status keanggotaan di UNESCO menjadi hijau.
Kemudian Hariyanto, Deputi Bidang Pengembangan Destinasi dan Infrastruktur Kemenparekraf mengharapkan pentingnya koodinasi, kolaborasi dan bersinergi yang lebih konkrit.
“Menurut tugas dan fungsi secara spesifik, di Komite Nasional Geopark Indonesia, Kemenparekraf memang berfokus kepada pengembangan geopark sebagai destinasi pariwisata,” ujarnya.
Dia menyebut beberapa hal rekomendasi yang konkrit dari RDPU Komisi X DPR RI yang lalu, pertama harus mengawal bersama hal yang spesifik restrukturisasi, adalah penempatan tenaga yang profesional dan adaptif. Kemudian lokasi kantor di kaldera Toba.
Nurajijah Marpaung mengungkap, salah satu rekomendasi asesor UNESCO adalah mengganti GM badan pengelola kaldera Toba dengan orang profesional bersertifikat.
“Saat saya menjadi ketua percepatan kaldera Toba menjadi anggota UNESCO, karena untuk persiapan menjadi GM, ibu Hidayati saya kirim 40 hari ke Yunani untuk belajar. Sepulang dari Yunani dibentuklah, saya ketua ibu Hidayati GM dalam tim yang dibentuk tidak terlalu banyak,” katanya.
Dalam masa kerja 10 bulan, kenangnya, diumumkanlah kaldera Toba sebagai anggota UNESCO. “Empat bulan kemudian, digantilah dengan orang yang tidak bersertifikat dan pegawai negeri. Padahal persyaratannya salah satu, tidak boleh PNS,” katanya.
Kepada Menteri Uno pun, Nurajijah Marpaung menyarankan Tim pengelolanya diperbaiki dengan orang yang paham dan mengerti.
Kemudian badan pengelola ini bekerjasama dengan KMDT, BPODT. “Saya opimis, paling lama 10 bulan, paling cepat 6 bulan itu bisa kita kejar,” katanya. D|Red-06