Pemprov Sumut Tegas soal Netralitas ASN Jelang Pilkada

Pemprov Sumut Tegas Soal Netralitas ASN Jelang Pilkada
Kepala Bagian Penataan dan Pendapatan Daerah Biro Otonomi Daerah dan Kerja sama Setdaprov Sumut Ahmad Rasyid Ritonga mengikuti webinar Netralitas dan Kewaspadaan Politisasi ASN dalam Pilkada. Foto: D|Ist

Sebelumnya, Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Birokrasi (Menpan-RB) Tjahjo Kumolo mengatakan sampai saat ini masih ada ASN yang terlibat politik jelang Pilkada. Begitu juga dengan kepala daerah, menurutnya masih ada yang memanfaatkan ASN untuk membantunya memenangkan Pilkada.

Penyebab terjadinya pelanggaran netralitas menurut hasil survei Bidang Pengkajian dan Pengembangan Sistem, KASN tahun 2018 yang terbesar adalah motif mendapatkan jabatan, materi dan proyek (43,45%), sedangkan penyebab lainnya seperti adanya hubungan kekeluargaan (15,4%), tidak paham regulasi (12,1%) dan intervensi 7,7%. Selain itu juga karena kurangnya integritas ASN (5,5%), tidak netral dianggap lumrah (4,9%) dan sanksi lemah (2,7%).

“Itu masih ada saja sampai saat ini, berbondong-bondong menjadi tim sukses dan bila menang berharap mendapat jabatan. Ini jangan terjadi lagi. Jangan sampai ASN terlibat jadi tim sukses karena itu membuat Pilkada tidak demokratis dan tidak adil,” kata Tjahjo Kumolo, saat memberikan arahan pada webinar yang dihadiri provinsi se-Indonesia dan beberapa pemerintah kabupaten/kota.

Bacaan Lainnya

Berdasarkan penjelasan salah satu sumber webinar, Komisioner KASN Bidang Nilai Dasar Kode Etik Kode Prilaku dan Netralitas Arie Budhiman, hingga Juli 2020, ada 456 laporan terkait netralitas ASN dan 344 yang terbukti melanggar. Hanya saja baru 189 kasus yang sudah ditindaklanjuti. Menurut Arie, angka tersebut masih kecil walau ada peningkatan yang signifikan bila dibandingkan dengan tahun sebelumnya.

“Yang sudah ditindaklanjuti itu 54,9%. Itu sebenarnya masih kurang walau bila dibandingkan dengan tahun lalu cukup signifikan (tahun lalu baru mencapai 38%). Top 5 jabatan ASN yang melanggar itu jabatan pimpinan tinggi (27,6%), fungsional (25,4%), administrator (14,3%), pelaksana (12,7%), camat/lurah (9%). Jadi, ini perlu kita waspadai bersama,” terang Arie.

Kepala Bawaslu RI Abhan berharap lembaga-lembaga negara dan masyarakat semakin ketat mengawasi tindak-tanduk kepala daerah dan ASN menjelang Pilkada, agar tidak terjadi kecurangan-kecurangan. Menurutnya Pilkada yang demokratis akan menghasilkan pemimpin yang berkualitas dan pemerintahan yang lebih baik lagi.

“Bila sejak Pilkada ASN sudah terlibat, maka pemenang memiliki utang budi atau apapun itu yang perlu diberikan kepada ASN, entah itu jabatan, proyek, materi dan lainnya. Ini akan membuat pemerintahan tidak sehat. Ini akan menghambat pemerintah yang profesional. ASN siapapun kepala daerahnya harus tetap menjunjung tinggi profesionalitas,” tegas Abhan. D|Med-54

Pos terkait