Pengamat: Penetapan Status Empat Pulau Bukan Kewenangan Pemprov Sumut

Dr. Mazmur S. Rumapea, SH, MH. Foto: dok-Mediadelegasi

 

Medan-Mediadelegasi: Pengamat hukum dari Sumatera Utara (Sumut), Dr. Mazmur S. Rumapea, SH, MH mengatakan Pemerintah Provinsi (Pemprov) Sumut tidak memiliki kewenangan menetapkan empat pulau, masing-masing Pulau Mangkir Besar, Mangkir Kecil, Lipan, dan Tokong Mas yang selama ini diyakini bagian dari Provinsi Aceh, masuk wilayah administratif Sumut.

 

Bacaan Lainnya

 

 

Dasar dari semua ini adalah Peraturan Mendagri Nomor 100 Tahun 2022 yang memuat peta batas daerah, dan di dalamnya, keempat pulau tersebut dipetakan sebagai bagian dari Kabupaten Tapanuli Tengah, Sumut.

 

 

 

 

“Permasalah empat pulan yg sedang berpolemik sepenuhnya merupakan kewenangan dan keputusan Mendagri. Sedangkan Pemprov sumut hanya menjalankan keputusan Mendagri,” katanya  kepada Mediadelegasi, di Medan, Sabtu (14/6).

 

 

 

 

 

Jika ada pihak-pihak yang merasa keberatan maupun tidak sependapat dengan keputusan Mendagri tersebut, menurut Managing partner kantor hukum Panutur Medan ini, langkah tepat ditujukan kepada Kementerian Dalam Negeri, bukan ke Pemprov Sumut.

 

 

 

Begitu pun, lanjut Mazmur, apabila masih merasa kurang puas dengan jawaban dari pihak Kemendagri, sebaiknya menempuh jalur pengadilan.

 

 

 

Sebelumnya, Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian menyatakan bahwa pemerintah terbuka untuk menerima gugatan hukum terkait penetapan batas wilayah antara Provinsi Aceh dan Sumatera Utara (Sumut), yang kembali menjadi sorotan setelah pemerintah pusat menetapkan nama empat pulau di wilayah sengketa.

“Kami memahami kalau ada pihak yang tidak puas. Tapi kami terbuka terhadap evaluasi atau gugatan hukum, termasuk ke PTUN. Silakan saja,” katanya.

Ia mengatakan, pemerintah pusat tidak memiliki kepentingan pribadi, melainkan hanya ingin menyelesaikan masalah batas wilayah secara objektif dan legal.

 

 

Mendagri menjelaskan, persoalan ini memiliki sejarah panjang dan melibatkan banyak pihak serta instansi sejak awal konflik itu muncul pada 1928.

 

 

“Dari tahun 1928 persoalan ini sudah ada. Prosesnya sangat panjang, bahkan jauh sebelum saya menjabat. Sudah berkali-kali difasilitasi rapat oleh berbagai kementerian dan lembaga,” paparnya.

Pos terkait