Sonny Manalu Dorong Pemulung di Sumut Bentuk Komunitas

Sonny Manalu Dorong Pemulung di Sumut Bentuk Komunitas
Calon anggota DPR RI dari Partai Golkar asal daerah pemilihan Sumut-1 Sonny Westerling Manalu (kiri) dan pimpinan Bank Sampah 3G Sagala 54 Bandri Sagala (kedua kanan) saat menjadi narasumber dalam acara Dialog Politik bertajuk "Pemilih Cerdas" yang diselenggarakan Mediadelegasi, di Medan, Selasa (28/11). Foto: Nanda

Medan-Mediadelegasi: Mantan Staf Ahli Menteri Sosial RI Dr. Sonny Westerling Manalu mendorong para pemulung sampah yang tersebar di masing-masing kabupaten/kota di Sumatera Utara (Sumut) membentuk komunitas, guna memudahkan mereka mendapat pembinaan dari pemerintah dan mengembangkan kemitraan usaha berdasarkan prinsip saling menguntungkan.

“Dengan membentuk komunitas, para pemulung yang tergabung di dalamnya akan lebih mudah menjadi bagian dari sistem yang bekerja sama dengan pemerintah daerah maupun pihak swasta dalam hal pengolahan sampah,” katanya dalam Dialog Politik bertajuk “Pemilih Cerdas” yang diselenggarakan Mediadelegasi, di Medan, Selasa (28/11).

Acara dialog yang dipandu jurnalis Mediadelegasi.id Robin Turnip tersebut juga menghadirkan narasumber Bandri Sagala dari Bank Sampah 3G Sagala 54.

Bacaan Lainnya

Sonny yang mengaku tidak asing dengan seluk beluk kehidupan para pemulung dan tuna wisma, menjelaskan, keberadaan pemulung yang tergabung dalam komunitas akan memudahkan pemerintah dalam hal ini Kemensos melakukan pendataan dan menjangkau para pemulung dengan program jaring pengaman sosial, yang mencakup pemberian bantuan-bantuan sosial dasar dan bantuan usaha.

Tidak hanya itu, lanjutnya, pemulung sebagai pekerja sektor informal bisa dimasukkan sebagai bagian dari sasaran program Kelompok Usaha Bersama (KUBE) daur ulang sampah, kewirausahaan sosial, Kartu Indonesia Pintar (KIP), Kartu Indonesia Sehat (KIS), Bantuan Pangan Non-Tunai (BNPT), dan bantuan rehabilitasi rumah.

Untuk memudahkan para pemulung mendapatkan berbagai layanan perlindungan sosial yang disediakan pemerintah, tentunya pemulung berhak diberi kemudahan dalam bentuk membantu mendapatkan identitas kependudukan.

Dalam konteks pemberian layanan perlindungan sosial kepada pemulung dan keluarganya, ia berpendapat sebaiknya bukan berdasarkan data “by name by address”, melainkan “by name by” Nomor Induk Kependudukan (NIK), sehingga di manapun mereka berada, akses bantuan sosial dari pemerintah bisa diberikan.

Lebih lanjut Sonny menyatakan yakin bahwa pemberdayaan komunitas pemulung masih menjadi salah satu program yang terus diupayakan pemerintah untuk meningkatkan kualitas hidup masyarakat yang bekerja di sektor informal tersebut.

Sebagaimana di provinsi lain, ia menginginkan para pemulung di Sumut juga memiliki peran penting dalam rantai sirkular ekonomi persampahan dan berkontribusi pada pengurangan beban tempat pembuangan akhir.

Ekonomi sirkular sendiri adalah model ekonomi di mana sumber daya, bahan baku maupun produk didorong untuk dipakai ulang selama mungkin dan menghasilkan sampah atau limbah sesedikit mungkin.

Karena itu, sebut mantan pejabat eselon I Kemensos ini, pemulung juga merupakan bagian penting dari ekosistem pengelolaan sampah karena turut mengurangi, menggunakan kembali, dan mendaur ulang sampah.

Sayangnya, kata dia, keberadaan pemulung masih sering dipandang negatif, dianggap ilegal dan posisi tawarnya lemah ketika bertransaksi dengan pengepul sampah.

Di satu sisi, kehadiran pemulung dianggap membantu penanganan sampah dan mata rantai pertama dari industri daur ulang.

Di sisi lain, pekerjaan sebagai pemulung masih dipandang sebelah mata oleh sebagian orang.

Bahkan, ia memperkirakan sebagian masyarakat masih menganggap bahwa mengambil barang bekas dan mengais sampah merupakan hal yang menjijikan, dan sebagian lagi menganggap bahwa para pemulung merupakan kumpulan orang orang yang berstatus sosial rendah.

Salah satu solusi untuk menghilangkan konotasi negatif terhadap kaum marjinal itu, menurut dia, para pemulung yang selama ini menjalankan profesi secara mandiri, sudah saatnya berinisiatif membangun kebersamaan dengan membentuk komunitas yang legalitasnya secara administrasi disahkan oleh instansi pemerintah terkait.

Dengan demikian, lanjutnya, keberadaan komunitas tersebut memiliki legalitas yang diakui secara hukum sebagai perkumpulan atau kelompok tempat berhimpunnya para pemulung.

Pada momentum acara dialog politik tersebut, Sonny menyatakan bahwa dirinya jika diminta senantiasa siap menduduki posisi sebagai dewan penasihat komunitas pemulung di Sumut yang telah memiliki legalitas jika kelak terpilih menjadi anggota DPR RI dari Dapil Sumut-1 yang meliputi Kota Medan, Tebing Tinggi serta Kabupaten Deli Serdang dan Serdang Bedagai.

“Jika terpilih menjadi anggota DPR RI pada Pemilu 2024, saya siap memperjuangkan aspirasi komunitas para pemulung agar kehidupan mereka bisa menjadi lebih baik, lebih sejahtera, aman dan lebih berkeadilan,” tuturnya.

Sonny juga mengapresiasi peranan bank sampah berkinerja baik di Sumut dalam melibatkan dan memfasilitasi pemulung untuk memilah dan menyetorkan sampah.

Bank sampah
Sementara itu, pimpinan Bank Sampah 3G Sagala 54 Bandri Sagala menekankan bahwa aktivitas di bank sampah tak bisa disamakan dengan memulung.

Sebab, memulung lebih komersial dan mementingkan nilai ekonomi, di mana sampah anorganik dipandang sebagai pundi-pundi uang.

“Keberadaan bank sampah selain turut membantu proses daur ulang yang membawa manfaat ekonomi maupun penghematan sumber daya alam, bank sampah juga ikut berperan memberikan edukasi terkait pemilahan sampah,” ucap Bandri.

Namun, kata dia, hingga saat ini masih banyak bank sampah yang dikelola masyarakat belum berjalan efektif bahkan tidak bisa beroperasional untuk menekan volume sampah disebabkan terbatasnya aspek permodalan.

“Keberhasilan program bank sampah sesungguhnya tidak terlepas dari dukungan pemerintah dan pemangku kepentingan. Karenanya, kita berharap dukungan penuh dari pemerintah melalui instansi terkait dalam menyediakan sarana dan prasarana sehingga memudahkan petugas dalam melakukan pelayanan kepada nasabah,” paparnya.

Pihaknya mengusulkan agar dana tanggung jawab sosial perusahaan atau “Corporate Social Responsibility/CSR” yang diterima pemerintah daerah dapat dialokasikan sebagian untuk program pemberdayaan bank sampah. D|Red