Medan-Mediadelegasi: Organisasi Perempuan Batak Indonesia (PBI) akan terus mendorong kaum perempuan agar berani atau tidak ragu terjun ke dunia politik guna meningkatkan keterwakilan perempuan di lembaga legislatif.
“Upaya untuk meningkatkan keterwakilan perempuan di parlemen akan terus kami lakukan agar produk dan keputusan-keputusan lembaga legislatif juga memiliki perspektif dari sisi perempuan,” kata Ketua Umum PBI Sarma Haro Rajagukguk di Medan, Kamis (16/3).
Sarma menegaskan hal tersebut saat tampil sebagai salah satu narasumber Dialog Interaktif HorasMedan yang juga menghadirkan Sekretaris Jenderal PBI Kariana Siring-ringo dan Bendahara Umum PBI Dr. Elisabeth Manalu, S.Psi, MM.
Dialog interaktif HorasMedan digelar Mediadelegasi dengan mengusung tema Optimalisasi Peran Perempuan Sebagai Penopang Ekonomi Keluarga.
Menurut dia, upaya peningkatan keterwakilan perempuan di parlemen bukan semata untuk mendorong masalah-masalah perempuan mengemuka di parlemen.
Lebih dari itu, lanjutnya, kehadiran perempuan di parlemen untuk memperkaya perspektif dalam setiap pembuatan undang-undang dan kebijakan, dengan perspektif perempuan.
Sarma mengakui bukan hal yang mudah merekrut perempuan untuk berkiprah di dunia politik, karena perempuan di Indonesia juga menghadapi tantangan yang tidak mudah untuk bisa menjadi setara dengan pria.
Realitas tersebut ikut berimbas terhadap sulitnya mencapai tingkat keterwakilan perempuan minimal 30 persen di parlemen.
Mencermati kendala tersebut, katanya, PBI akan terus mengkampanyekan agar kaum perempuan dengan bekal pendidikan dan keahlian yang dimiliki mampu mengambil kesempatan di bidang politik.
Meski demikian, Sarma mengingatkan bahwa potensi perempuan juga harus dimaksimalkan untuk menutup jurang ketidaksetaraan tersebut.
Dalam dialog interaktif yang dipandu jurnalis Media Delegasi Robin Turnip tersebut, Sarma juga menekankan tentang pentingnya menumbuhkan tekad dan semangat yang kuat untuk saling mendukung dan saling menguatkan atau “women empower women” antarsesama perempuan dalam mewujudkan kesetaraan gender.
Ditambahkannya, kaum perempuan apabila diberi peluang dan kesempatan maka akan mampu meningkatkan kualitas hidupnya secara mandiri.
Bahkan, kata dia, dalam berbagai dimensi kehidupan, perempuan juga mampu menjadi motor penggerak dan motor perubahan
“Inilah waktunya kita untuk saling mendukung dan saling menguatkan, bukan untuk saling menjatuhkan satu sama lain,” tuturnya.
Kendala psikologis
Dalam hal merekrut perempuan untuk berkiprah di dunia politik, Bendahara Umum PBI Elizabeth Dame Manalu membenarkan bahwa hingga saat ini masih ada kendala psikologis, kultural dan politik yang menghambat kemajuan perempuan.
Padahal, ia memastikan banyak sekali perempuan yang memiliki potensi besar untuk berkiprah di berbagai bidang pekerjaan yang sesuai dengan pendidikannya, termasuk menjadi politisi.
“Jika potensi tersebut benar-benar diberdayakan, maka kaum perempuan akan mampu meningkatkan kesejahteraan keluarganya dan bahkan berpartisipasi untuk kemajuan pembangunan, tanpa harus meninggalkan kodratnya” ujar dia..
Lebih lanjut Elizabeth mengungkapkan bahwa partai politik peserta pemilu memang memiliki kewajiban menempatkan sekurangnya 30 persen perempuan dalam daftar calon anggota legislatif.
Namun sayangnya, angka 30 persen keterwakilan perempuan di lembaga legislatif selama ini belum pernah bisa dicapai.
Salah satu penyebabnya, sebut Elizabeth, partai terkesan sekadar memenuhi kuota 30 persen calon anggota legislatif perempuan, tetapi tidak benar-benar memperjuangkan keterpilihan mereka.
“Perempuan, mayoritas berada di nomor bawah, yang otomatis mengurangi kemungkinan terpilih,” paparnya.
Sementara itu, Sekjen PBI Kariana Siring-ringo menyoroti masih terjadi kasus-kasus kekerasan dan pelecehan seksual terhadap perempuan di berbagai daerah di Tanah Air.
“PBI menaruh perhatian serius terhadap kasus kekerasan terhadap perempuan dan akan selalu mendukung kegiatan-kegiatan yang dilakukan untuk pembelaan terhadap perempuan,” ucap dia.
Menurut dia, perlu dilakukan berbagai upaya untuk mencegah timbulnya korban kekerasan maupun pelecehan seksual terhadap perempuan, diantaranya dengan menindak tegas siapa pun yang menjadi pelaku tindak kejahatan tersebut.
Tindak kekerasan terhadap perempuan dapat mengancam di mana-mana, baik di dalam rumah tangga maupun di area publik seperti di angkutan umum, lingkungan kerja, lingkungan sekolah, dan di tempat lainnya.
Untuk menghadapi ancaman tersebut, kata Kariana, selain diperlukan perhatian dari semua pihak, perempuan yang menjadi sasaran pelaku tindak kejahatan itu perlu melakukan tindakan yang dapat menutup peluang terjadinya tindak kekerasan dan pelecehan, meningkatkan kewaspadaan, dan tidak takut melaporkan pelakunya kepada aparat kepolisian.
“Pelaku tindak kekerasan terhadap perempuan dan pelecehan seksual perlu ditindak tegas dan diberikan hukuman yang berat sehinga jika ada yang akan melakukan tindakan melanggar hukum itu akan berpikir panjang serta dapat memberikan efek jera bagi pelaku yang terbukti melakukan tindakan kekerasan itu,” tambahnya. D|Red-04