Samosir-Mediadelegasi : Tahun 2025 menjadi tonggak bersejarah bagi Toba Caldera UNESCO Global Geopark. Setelah melalui serangkaian evaluasi ketat oleh UNESCO Global Geopark Council, kawasan ini berhasil mempertahankan statusnya sebagai UNESCO Global Geopark dengan raihan Green Card. Penghargaan ini merupakan pengakuan atas komitmen berkelanjutan dalam pengelolaan kawasan geopark yang mengagumkan ini.
Tidak hanya itu, Toba Caldera juga meraih Silver Award dari Asian Development Bank (ADB) dalam ajang Geopark Smart Tourism. Penghargaan ini semakin mengukuhkan posisi Toba sebagai percontohan internasional dalam menyeimbangkan konservasi dan pembangunan berbasis komunitas.
Namun, keberhasilan meraih dua penghargaan bergengsi ini bukanlah akhir dari perjalanan. Sebaliknya, ini adalah titik awal untuk memasuki fase baru yang lebih kompleks dan menantang. Fase di mana geopark tidak hanya dipelihara sebagai simbol kehormatan, tetapi dijalankan sebagai instrumen transformasi ekologis, sosial, dan ekonomi yang nyata bagi masyarakat sekitar.
Konsep geopark sendiri jauh melampaui sekadar pemandangan indah dan bebatuan purba. Ia adalah paradigma pembangunan berkelanjutan yang menggabungkan keragaman geologi (geodiversitas), warisan geologi (geoheritage), dan lokasi geosite dengan pemberdayaan masyarakat, edukasi lingkungan, dan penguatan kearifan lokal.
Di Toba, geopark menjelma sebagai wajah utuh yang menghubungkan sejarah geologi kaldera supervulkanik dengan identitas budaya masyarakat Batak yang kaya. Status sebagai UNESCO Global Geopark bukan sekadar prestise global, melainkan sebuah kontrak tanggung jawab lintas generasi untuk menjaga dan melestarikan warisan alam dan budaya ini.
Terdapat tiga pilar utama yang harus terus diperkuat dalam pengelolaan Toba Caldera UNESCO Global Geopark:
- Perlindungan Geosite: Kawasan-kawasan penting seperti Bukit Holbung, Sipinsur, Huta Ginjang, dan Sigulatti harus dilindungi dari eksploitasi berlebihan dan alih fungsi yang dapat merusak keindahan dan keunikan geologisnya.
- Pusatkan Masyarakat Lokal sebagai Pelaku Utama: Masyarakat lokal bukan hanya objek wisata, melainkan subjek transformasi yang berperan aktif dalam konservasi, edukasi, dan pengembangan ekonomi geopark.
- Seimbangkan Infrastruktur dan Pelestarian: Pembangunan infrastruktur di kawasan geopark harus dilakukan dengan prinsip kehati-hatian, agar tidak tergelincir menjadi proyek pariwisata massal yang menggerus nilai konservasi.
Seringkali, perhatian konservasi lebih tertuju pada biodiversitas. Padahal, tanpa geodiversitas, keanekaragaman hayati tidak akan pernah ada. Geodiversitas adalah fondasi terbentuknya tanah, iklim, dan lanskap yang menopang kehidupan.
Geoheritage, seperti batuan metamorf Harian Boho, morfologi Sigulatti, hingga sejarah letusan supervulkanik Toba 74.000 tahun silam, adalah situs-situs yang menyimpan narasi evolusi bumi. Situs-situs ini perlu didokumentasikan secara ilmiah, dilindungi melalui regulasi hukum, dan ditransformasikan menjadi pusat edukasi dan sumber inspirasi lintas generasi.






