WABAH menggerogoti kehidupan manusia dan hewan bagai gayung bersambut. Pandemi Covid-19 mereda, disambut darurat wabah Penyakit Mulut dan Kuku (PMK) serta lumpy skin disease (LSD) pada hewan.
Idul Adha 1443 Hijriyah atau tahun 2022 umat muslim menghadapi hal dilematis. Berkurban dalam rangkaian ibadah di bulan Zulhijjah menjadi dilema, karena wabah PMK menyerang hewan berkuku belah, seperti lembu, kerbau atau kambing, hewan yang dipersyaratkan sebagai kurban.
BACA JUGA: Razia Sandal Jepit
Syukurnya, sejumlah pakar kesehatan hewan berpendapat, memakan daging hewan mengidap PMK tidak menularkan penyakitnya kepada manusia.
drh Dian Wahyu Harjanti dari Fakultas Peternakan dan Pertanian Universitas Diponegoro menekankan, penyakit PMK tidak ditularkan ke manusia atau bukan penyakit zoonosis. Sehingga yang menjadi fokus pemerintah saat ini adalah jangan sampai penyakit ini menyebar antar-ternak yang peka dan jangan sampai manusia menjadi perantara atau penyebar kepada hewan yang peka, sehingga merugikan bagi peternak.
BACA JUGA: Pariwisata Desa
Namun dalam persyaratan ibadah kurban, hewan yang disembelih harus benar-benar sehat. Tidak diperbolehkan menjadikan hewan cacat dan sakit sebagai kurban.
Dari al-Bara’ bin ‘Azib (diriwayatkan) ia berkata: Rasulullah SAW berdiri di antara kami dan bersabda: Empat macam kecacatan yang tidak boleh untuk berkurban adalah buta yang jelas kebutaannya, sakit yang jelas sakitnya, pincang yang jelas pincangnya dan kurus kering yang tidak banyak dagingnya. (HR Ahmad dan empat ahli hadits dan dinyatakan sahih oleh at-Tirmidzi, Ibnu Hibban dan al-Hakim).
Meski terjadi perbedaan pendapat tentang status hewan terjangkit PMK, –boleh dan tidak boleh— sah dan tidak sah— pemerintah pun harus ekstra keras menorehkan pengorbanannya di musim kurban tahun ini. Menyiagakan petugas mengontrol kondisi hewan yang siap disembelih usai pelaksanaan salat Id, 10 Zulhijjah yang jatuh pada 10 Juli 2022.
BACA JUGA: Presisi dan 76 Tahun Bhayangkara
Menyahuti darurat PMK, Muhammadiyah berpendapat, hewan kurban yang terkena PMK dan belum menunjukkan gejala-gejala berat, tetap sah dijadikan hewan kurban. Namun untuk mengetahui kondisi kesehatan hewan terkait PMK hendaknya dikonsultasikan kepada dokter hewan di tempat masing-masing (Puskeswan atau lainnya).
Selanjutnya, Nahdlatul Ulama berpendapat hewan ternak yang terjangkit PMK dan bergejala klinis ringan –apalagi bergejala sedang dan berat– tidak mencukupi syarat untuk dijadikan hewan kurban. Wallahu a’lam bish-shawab. D-torial|mas