Medan-Mediadelegasi : Sidang kasus pembunuhan berencana yang melibatkan Dr. Tiromsi Sitanggang, seorang dosen sekaligus notaris di Kota Medan, memasuki babak baru. Jaksa Penuntut Umum (JPU) menuntut terdakwa hukuman mati atas kematian suaminya, Rusman Maralen Situngkir. Tuntutan tersebut dibacakan dalam persidangan di Pengadilan Negeri Medan pada Selasa, 8 Juli 2025, di hadapan majelis hakim yang diketuai oleh Ety Astuti.
Jaksa Emmy Khairani Siregar, dalam surat tuntutannya, menyatakan Tiromsi terbukti bersalah melakukan pembunuhan berencana sebagaimana diatur dalam Pasal 340 KUHP. Motif pembunuhan yang terungkap sangat keji; terdakwa diduga merencanakan kematian suaminya untuk mendapatkan klaim asuransi jiwa senilai Rp500 juta. Perbuatan terdakwa dianggap sadis dan tidak berperikemanusiaan, tanpa menunjukkan sedikit pun penyesalan.
Bacaan Lainnya
Ironisnya, status Tiromsi sebagai akademisi dan notaris justru memperberat tuntutan. Majelis hakim berpendapat bahwa terdakwa telah menyalahgunakan kepercayaan publik yang diembannya. Ketidaksediaan terdakwa untuk menunjukkan penyesalan dan upayanya menghambat penyelidikan juga menjadi faktor yang memperberat tuntutan.
Dakwaan JPU mengungkap adanya konflik berkepanjangan dalam rumah tangga Tiromsi dan Rusman. Korban kerap mendapat perlakuan buruk, termasuk diberi makanan basi. Konflik ini menjadi latar belakang yang semakin memperkuat motif terdakwa dalam melakukan pembunuhan berencana.
Tiromsi, dengan perencanaan yang matang dan terstruktur, mendaftarkan suaminya ke PT Prudential Life Assurance sebagai tertanggung asuransi jiwa tanpa sepengetahuan Rusman. Bahkan, anak mereka, Angel Surya Nauli Sitanggang, dilibatkan dalam proses ini untuk mengambil foto korban memegang KTP sebagai syarat administratif.
Korban kemudian diarahkan untuk menjalani pemeriksaan kesehatan di Laboratorium Prodia. Langkah ini semakin memperkuat dugaan bahwa Tiromsi telah merencanakan kematian suaminya sejak jauh-jauh hari untuk mempercepat proses klaim asuransi.
Tragedi berdarah terjadi pada Jumat, 22 Maret 2024, di rumah mereka di Jalan Gaperta, Medan Helvetia. Tiromsi diduga bekerja sama dengan seorang pria bernama Grippa Sihotang, yang kini berstatus Daftar Pencarian Orang (DPO).
Beberapa saksi mata memberikan kesaksian yang memperkuat dakwaan JPU. Surya Bakti alias Ucok, seorang pekerja bangunan, mendengar korban berteriak minta tolong dalam bahasa Batak. Fanny Elisa Paramita Sitanggang, saksi lainnya, dipaksa keluar rumah oleh terdakwa dengan alasan yang tidak masuk akal.
Memey, pemilik salon tetangga rumah korban, melihat Rusman tergeletak tak sadarkan diri. Tiromsi saat itu berdalih bahwa korban hanya pingsan. Upaya terdakwa untuk mengaburkan fakta semakin memperkuat dugaan keterlibatannya dalam pembunuhan tersebut.
Korban sempat dibawa ke RS Advent Medan, namun dinyatakan meninggal dunia pukul 12.00 WIB. Tiromsi kepada pihak rumah sakit mengaku korban kecelakaan lalu lintas. Namun, keterangan ini dibantah oleh keluarga korban yang menemukan luka mencurigakan pada tubuh korban tanpa jejak kecelakaan.
Autopsi yang dilakukan oleh RS Bhayangkara pada 27 April 2024 mengungkap bahwa Rusman meninggal karena mati lemas akibat benturan benda tumpul di kepala. Bercak darah ditemukan di dalam kamar, semakin memperkuat bukti pembunuhan.
Meskipun korban meninggal pada 22 Maret, Tiromsi baru mengajukan klaim asuransi pada 20 April 2024. Dokumen penting seperti visum dan laporan polisi tidak dilampirkan, menunjukkan upaya terdakwa untuk menghambat penyelidikan.
Jaksa juga mengungkapkan upaya Tiromsi untuk mengintervensi proses hukum dengan mendatangi dua saksi keluarga korban, Anggiat Situngkir dan Marasi Manihuruk, untuk mencabut laporan polisi. Tindakan ini menunjukkan sikap tidak kooperatif dan upaya menghalangi proses peradilan.
Majelis hakim memberikan waktu kepada terdakwa dan tim kuasa hukum untuk menyampaikan pleidoi pada sidang lanjutan, Selasa pekan depan. Nasib Tiromsi Sitanggang kini menunggu putusan majelis hakim. Jika terbukti bersalah, dia terancam hukuman mati.
Kasus ini telah mengejutkan publik Medan dan sekitarnya. Seorang dosen dan notaris yang seharusnya menjadi teladan, justru terlibat dalam kasus pembunuhan berencana yang sangat keji. Kasus ini menjadi sorotan karena melibatkan tokoh publik dan motif yang terbilang luar biasa sadis.
Kasus ini menjadi pelajaran berharga bagi masyarakat tentang pentingnya kejujuran dan integritas, terutama bagi mereka yang memegang jabatan publik. Kejahatan tidak mengenal profesi dan status sosial, dan hukum akan berlaku adil bagi siapa pun yang melanggarnya.
Keluarga korban berharap agar majelis hakim memberikan putusan yang adil dan setimpal atas perbuatan keji yang dilakukan oleh terdakwa. Keadilan bagi korban dan keluarganya menjadi hal yang paling penting dalam kasus ini.
Proses hukum akan tetap berjalan hingga putusan hakim dijatuhkan. Publik menantikan putusan majelis hakim dan berharap agar keadilan dapat ditegakkan.
Peran penegak hukum dalam mengungkap kasus ini sangat penting. Keberhasilan mengungkap motif dan fakta-fakta dalam kasus ini menunjukkan profesionalisme dan komitmen penegak hukum dalam menegakkan keadilan.
Kasus ini juga berdampak pada citra institusi pendidikan dan notaris di Medan. Pihak-pihak terkait diharapkan dapat mengambil langkah-langkah untuk mencegah kejadian serupa terulang kembali di masa mendatang.
Dukungan dan empati untuk keluarga korban sangat diperlukan. Mereka membutuhkan kekuatan dan dukungan moral untuk melewati masa sulit ini.
Publik menantikan putusan majelis hakim yang akan menentukan nasib Tiromsi Sitanggang. Semoga putusan yang dijatuhkan dapat memberikan keadilan bagi semua pihak yang terlibat. D|Red.






