Agaknya, sebagaian besar masyarakat sependapat, ketika sebuah peristiwa viral, saat itu nama baik atau pun nama buruk seseorang akhirnya bisa popular.
Bahkan, sejumlah proses penanganan hukum atau atensi pejabat bisa mendadak menjadi sebuah keseriusan dalam menyikapi sesuatu peristiwa, kejadian atau persoalan ketika viral di sosmed.
Era digital ternyata mekanisme kontrol dan hukuman masyarakat semakin kuat dibanding masa lalu yang masih merangkak digital. Rekam jejak setiap orang kini sudah tak mampu lagi mengelabui jejak digital.
Bahkan hoaxs (bohong) sekali pun yang bagi pelakunya dapat dihukum berat, bagai menjadi sebuah kebenaran, yang tergolong sulit bagi kebenaran, dalam memulihkan nama baik seseorang korban hoaxs.
Memang, iklim Pemilu Tahun 2024 tentunya sangat jauh berbeda dengan Pemilu sebelumnya. Perbedaan sighnifikan pada aspek komunikasi terhadap mekanisme kontrol masyarakat sebagai konstituen terhadap kontestannya.
Sikap kontestan dalam proses mendapatkan kursi di parlemen benar-benar harus teruji dalam mendapat simpatik masyarakat. Arogansi, kepura-puraan dan pamer uang dalam perjuangan menuju kursi parlemen dengan begitu mudah viral ke publik. Tanpa sadar, konstituen lawan politik akan menjadi kontrol yang dapat membahayakan permaianan kontestan hitam.
Termasuk kecurangan dalam proses pengumpulan suara di Tempat Pemungutan Suara (TPS). Rekaman ponsel masyarakat begitu cepat bisa mengisi ruang publik dan bisa mengganjal permaianan hitam maupun menjadi bukti perjuangan hak kontestan yang benar-benar mendapat dukungan masyarakat.
BACA JUGA: Panwaslu se-Kecamatan Arse Dilantik