“Hindia-Belanda sudah merancang landscape Pembangunan Kota Medan untuk jangka panjang namun sayang, akibat pengelolaan tata ruang Kota tidak mencerminkan kearifan lokal terhadap bangunan bersejarah (haritage) akibat Pembangunan Kota Medan tidak memiliki visi budaya,” lanjut aktifis muda ini.
Ke depan diharapkan, ada Walikota Medan yang memiliki kepedulian terhadap bangunan bersejarah yang ada di Kota Medan, agar di rawat dan di lestarikan sebagai cagar budaya.
Kota Medan butuh sosok Walikota yang memiliki kepedulian terhadap situs-situs sejarah, dan menjadikan Kawasan sekitar Kesawan menjadi pusat industri pariwisata Sejarah Kota Medan.
Sama seperti Kota-Kota besar yang ada di Indonesia, seperti Jakarta dengan Kota tuannya sebagai landmark atau ikonik Kota Jakarta, Jogjakarta dengan menjadikan Jalan Malioboro sebagai pusat budaya dan ikonik Kota, Bandung dengan Jalan Braga sebagai pusat budaya dan ikonik dan Surabaya,
“Bisa saja Pemko Medan menjadikan daerah Kesawan sebagai Pusat Studi Budaya Kota Medan, karena di Kesawan ini, berdiri bangunan bersejarah yang usianya sudah lebih dari dua abad, karena karekteristik bangunan Sejarah di Kota Medan tidak jauh berbeda dengan Kota-Kota besar lain di Indonesia”, lanjut Feri.
Kota Medan memiliki situs-situs sejarah yang kondisinya memperihatinkan, yang terlihat terawat hanya Istana Maimoon dan Masjid Raya Al-Mahsum.
“Kita sekarang menunggu political will pemerintah Kota ke depan, agar seyogianya bangunan dan situs-situs kesejarahan Kota Medan harus di jaga, di rawat sebagai media pembelajaran bagi anak-anak di masa depan”, lanjut Feri mengakhiri wawancara.*