Bagi ratusan juta anak, gelombang panas juga akan berlangsung lebih lama dan lebih ekstrem, meningkatkan ancaman kematian, penyakit, kelaparan, dan migrasi paksa.
Disebutkannya, saat ini seluruh dunia tengah menghadapi dampak krisis iklim akibat dampak negatif dari pemanasan global.
Sektor energi, khususnya pembakaran batu bara yang memproduksi gas kuat seperti karbon dioksida, merupakan penyumbang terbesar emisi gas rumah kaca, dan bertanggung jawab atas 35 persen dari total emisi global.
“Gas rumah kaca menjadi alasan terjadinya pemanasan global, yang kemudian berimbas pada terjadinya perubahan iklim,” paparnya.
Indonesia, lanjutnya, masuk dalam sepuluh negara yang menyumbang emisi gas rumah kaca terbesar di dunia, selain China, AS, India, Uni Eropa, Rusia dan Brasil.
Karena itu, menurut dia, mutlak dibutuhkan upaya nyata untuk menurunkan emisi karbon dengan cara memanfaatkan sumber energi lain yang ramah lingkungan, seperti energi matahari, air, angin, dan bioenergi.
“Indonesia sebagai salah satu negara tropis yang kaya akan energi matahari sudah saatnya memanfaatkan energi ramah lingkungan itu, misalnya energi mobil dengan tenaga surya dan pembangkit listrik tenaga surya,” katanya.
Terkelin yang kini bekerja di General Electric Company Inggris, mengingatkan bahwa untuk mengurangi dampak pemanasan global perlu peran serta semua pihak dan didukung regulasi untuk bisa mewujudkannya.
Munas II IKA FT-USU mengusung tema Peran Alumni Fakultas Teknik USU Mempercepat World Class University dan Digitilisasi Organisasi IKA FT-USU. D|Red-04/Med-AS