Jakarta-Mediadelegasi : Pengamat hukum dan pembangunan dari Universitas Airlangga (Unair), Hardjuno Wiwoho, memberikan apresiasi tinggi terhadap keberhasilan Kejaksaan Agung (Kejagung) dalam mengungkap jaringan suap di lingkungan peradilan. Menurutnya, Kejagung telah menunjukkan kemampuan luar biasa dalam mengembangkan penyidikan, dari satu kasus ke kasus lainnya, secara berlapis dan terstruktur.
Kasus yang diungkap oleh Kejagung adalah dugaan suap dan/atau gratifikasi yang melibatkan putusan lepas (ontslag) dalam perkara korupsi pemberian fasilitas ekspor crude palm oil (CPO) atau minyak kelapa sawit mentah. Kasus ini menjerat Ketua Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan, Muhammad Arif Nuryanta, yang ditetapkan sebagai tersangka.
Hardjuno mengungkapkan bahwa kasus ini bukanlah suatu hal yang berdiri sendiri, karena Kejagung awalnya menyidik kasus suap hakim dalam perkara “vonis bebas” terpidana pembunuhan, Ronald Tannur, di Surabaya. Dari penyidikan tersebut, ditemukan barang bukti yang mengarah pada dugaan suap dalam kasus lain.
Temuan barang bukti ini membuka pintu bagi pengungkapan kasus yang lebih besar, yaitu dugaan suap sebesar Rp60 miliar kepada Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel) dalam perkara vonis lepas terhadap tiga korporasi besar minyak goreng, yakni Wilmar Group, Permata Hijau Group, dan Musim Mas Group.
Hardjuno menilai bahwa kesuksesan ini tidak sekadar prestasi institusional, melainkan juga sebagai tanda penting adanya keberanian untuk menuntut para aktor besar yang terlibat dalam praktik mafia hukum. “Ini bukan kerja sembarangan. Ini pembersihan yang dimulai dari fakta, bukan sekadar retorika,” tuturnya.
Kejagung sendiri mengungkap bahwa kasus dugaan suap dalam penanganan perkara ekspor CPO di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat terkuak melalui pengembangan dari kasus suap yang melibatkan penanganan perkara Ronald Tannur di Pengadilan Negeri Surabaya.