“Saya bukan dukun, tapi begitulah yang saya ketahui terhadap sesuatu yang bakalan terjadi. Mudah-mudahan tidak benar terjadi, itu harapan semua kita,” katanya usai menjelaskan terhadap sesuatu sejarah Bangso Batak yang dia manifestasikan dari Sopo Tatea Bulan.
Kekuatan mistis dan penguasaan sejarah dari Sopo Guru Tatea Bulan maupun Pusuk Buhit di kawasan itu sepertinya menjadi enerji bagi Limbong untuk mampu merangkai kalimat doa dengan Bahasa Batak yang sangat sulit menghafalnya.
“Mari, silakan anda-anda berdoa sesuai ajaran agama dan kepercayaan masing-masing, untuk keselamatan bangsa dari bencana apapun, kesehatan keluarga dan peraihan cita-cita, dengan hati yang tulus dan bersih,” ajaknya.
Limbong bukan pegawai Dinas Pariwisata atau makan gaji dari pemerintah. Dia menjalani kehidupan apa adanya, mengakui gagap berbahasa Indonesia, tapi dia merasa perlu memperhatikan dan mengawasi Sopo Guru Tatea Bulan hingga ke Pusuk Buhit, sebagai kawasan wisata yang menyimpan rangakaian sejarah serta budaya bangsa dari manusia pertama Ompu Mulajadi na Bolon di sana.
Wikipedia mencatat, Ompu Mulajadi na Bolon adalah dewa tertinggi dalam mitologi Batak. Ia menciptakan tiga tingkat dunia yaitu Banua Ginjang, Banua Tonga dan Banua Toru. Ini dilakukan dengan istrinya Manuk Patiaraja yang kemudian melahirkan tiga buah telur.
Dari tiga telur itu kemudian menetas Batara Guru, Soripada dan Mangala Bulan. Ketiga dewa ini yang kemudian menciptakan tiga tingkat dunia. “Ompu Mulajadi na Bolon, awal adanya wajah, awal adanya suara,” tersebut dalam pengantar doa yang dilantunkan Limbong. *