Disebutkan, SPI bertujuan untuk memetakan risiko korupsi dan mengukur keberhasilan dampak yang diciptakan dari beragam upaya pemberantasan serta pencegahan korupsi di masing-masing kementerian/lembaga/pemerintah daerah.
Penilaian SPI meliputi transparansi, integritas dalam pelaksanaan tugas, pengelolaan pengadaan barang dan jasa, dan pengelolaan sumber daya manusia (SDM).
Selain itu, “trading in influence” atau intervensi eksternal untuk pemberian izin/rekomendasi teknis, pengelolaan anggaran, dan sosialisasi antikorupsi.
Hasil survei berbentuk angka indeks menunjukkan level integritas instansi, dengan skala 1 hingga 100.
Semakin tinggi angka integritas sebuah instansi, maka sistem yang berjalan untuk mendeteksi risiko korupsi dan menangani ketika terjadi tindak pidana korupsi di kementeria, lembaga dan pemerintah daerah (K/L/PD) tersebut menjadi semakin baik.
Ketua KPK Firli Bahuri di Jakarta, belum lama ini menjelaskan pengukuran SPI menjadi penting karena merupakan gambaran atau potret dari kondisi tata kelola pemerintahan dan pelayanan publik di K/L/PD.
“SPI ini adalah alat ukur identik dengan ketika kita ingin melihat kesehatan seseorang tidak bisa hanya melalui pernyataan ‘saya sehat’ tetapi tentu harus didalami berapa tinggi badan, berat badan termasuk juga perlu diuji denyut jantung, denyut nadi,” ujarnya. D|Red