Pemberantasan mafia tanah, ujar Limbong tidak bisa lagi diketuai oleh Direktur Tindak Pidana Umum Bareskrim Polri melainkan dipimpin Kabareskrim (bintang tiga).
” Karena permainan mafia tanah kami duga sudah melibatkan cukong, oknum jenderal dan okunum pimpinan daerah. Kami yakin Komjen Agus Andrianto mengetahui modus para mafia tanah termasuk di Sumut.” ujar Limbong.
Mafia tanah, ujar Limbong juga berkeliaran di desa – desa dengan berpura-pura memberi modal (ijon) dengan kewajiban membayar bunga pinjaman yang tinggi.
” Jika tak mampu membayar, tanah petani diambil sebagai ganti hutang. Ini namanya pemerasan. Negara melalui Polri harus hadir melindungi petani dengan menangkap para ijon.” tutur Limbong.
Polri, sambung Limbong bisa masuk melalui Undang – Undang Nomor 41/ 2009 tentang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan.
” Tangkap para mafia tanah berwajah ijon di desa – desa agar alih fungsi lahan pertanian pangan bisa kita tekan bersama. Kalau tidak segera dilakukan tinggal menunggu waktu lahan pertanian akan hilang dan Indonesia tergantung beras impor.” ujar Limbong.
PP 98, sambung Limbong menunggu kerja trio pimpinan tinggi Polri Jenderal Listyo, Kabareskrim Komjen Agus Andrianto dan Kabaintelkam Komjen Paulus Waterpauw segera menunjukkan kesungguhan memberantas mafia tanah.
” Trio pimpinan front line Polri terbaik saat ini harus maksimal memberantas ulah mafia tanah agar penataan pertanahan berjalan lancar. Pemberantasan mafia tanah dapat mengembalikan kepercayaan rakyat kepada negara dan pemerintah.” ujar Limbong.D-Mdn-red