Aturan yang dilanggar dalam tindak menyatukan semua paket-paket proyek itu, antara lain Perpres Nomor 16 Tahun 2018 atau Perpres Nomor 12 Tahun 2021 serta aturan lainnya terkait pengadaan barang dan jasa (PBJ) konstruksi, terutama Perpres Nomor 12 Tahun 2021 tentang larangan penggabungan paket-paket pekerjaan di sektor konstruksi.
“Penyatuan paket yang dipaksakan ini juga sangat rawan dari aspek hukum maupun administrasi daerah. Apa bisa proyek dengan total biaya Rp2,7 triliun secara kontrak jamak tahun (multi years contract-MYC) untuk 2022-2024 digaransi dengan dana ‘investasi samar’ yang sama sekali belum teralokasi dan belum diakomodir di APBD 2023-2024. Ini sama saja menjadikan APBD Sumut akan tersandera selama masa pelaksanaan proyek,” ujar Turnip.
Hal senada juga dicetuskan Pamostang Hutagalung, bahwa Gubernur Edy diduga mengabaikan Perpres Nomor 12 Tahun 2021 yang menggabungkan proyek-proyek menjadi satu paket saja. Selain mengabaikan program pemerintah pusat untuk berpihak kepada UKM termasuk bidang konstruksi, serta merta juga akan memiskinkan para rekanan lokal sehingga menghambat pertumbuhan ekonomi daerah Sumut pada sektor pembangunan infrastruktur.
“Jadi jelas, keluhan atau gerutunya pak Gubernur karena merasa dibully publik atau pers, seperti kamuflase saja karena bertahan dan ngotot menggelar proyek konsultansi dan konstruksi itu tetap jadi paket tunggal. Bahwa dibilang bertujuan ‘Sumut Bermartabat’, lagi-lagi seperti retorika dan iming-iming agar publik menerima kebijakan (penyatuan paket) itu dengan maklum tanpa protes lagi. Orang awam saja pun bisa membaca tindakan ini sebagai (dugaan) persekongkolan dan rawan rekayasa,” ujar Pamostang.
Dia juga memaparkan notulen rapat dan diskusi (Rapdis) Tim Monitoring Pembangunan Infrastruktur Indonesia (TMPI) Sumut pada Sabtu (28/1), antara lain tentang temuan indikasi hanya satu perusahaan (kontraktor saja) sebagai pelaksana proyek PU-BMBK Sumut itu. Padahal, pekerjaan konsultansi dan konstruksi jalan raya itu tersebar di 32 kabupten Kota. Para peserta rapdis itu sepakat bahwa pelaksanakan proyek dengan sistem tunggal itu tetap rawan KKN, baik dengan modus normalisasi harga penawaran dan HPS, juga dari aspek kontrol karena nyaris tanpa kompetitor jelang pengumuman pemenang tender.
Selain Pamostang Hutagalung dan Mandalasah Turnip, para peserta rapdis TMPI yang mengkritisi kebijakaan penyatuan proyek di BMBK Sumut itu adalah: Ketua Asosiasi Kontraktor Umum Nasional (Askumnas) Sumut Hedrik Lumbangaol, Ketua Asosiasi Tenaga Ahli Konstruksi Nasional (Ataknas) Sumut Gandi Situmeang, Ketua Asosiasi Kontraktor Bangunan Realestat Indonesia (Akbarindo) Sumut Krisman Tambunan. Sementara, mantan Ketua Inindo Sumut yang kini Ketua Wantim Perkindo Sumut mendukung notulen via telepon dan WA.