Pekanbaru-Mediadelegasi : Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) mengeluarkan peringatan dini terkait tingginya risiko kebakaran hutan dan lahan (karhutla) di Provinsi Riau dan sekitarnya. Puncak musim kemarau yang terjadi lebih awal, yaitu pada Juli, menjadi penyebab utama peningkatan risiko tersebut.
Kepala BMKG, Dwikorita Karnawati, menyampaikan peringatan ini dalam rapat koordinasi penanganan karhutla di Pekanbaru. Ia menjelaskan bahwa puncak musim kemarau di Riau berbeda dengan sebagian besar wilayah Indonesia yang biasanya terjadi pada bulan Agustus. Kondisi ini membuat Riau berada dalam periode paling rawan terhadap karhutla.
Bacaan Lainnya
Data BMKG menunjukkan curah hujan di Riau diprediksi berada di bawah 50 milimeter hingga awal Agustus, bahkan sebagian wilayah diperkirakan hanya menerima curah hujan di bawah 20 milimeter. Minimnya pertumbuhan awan hujan semakin memperparah situasi, sehingga operasi Teknologi Modifikasi Cuaca (TMC) menjadi sulit dilakukan secara optimal.
“Hari ini awan sangat minim. Namun semalam, kami bersyukur bisa melakukan penyemaian hingga pukul 21.00 WIB untuk menabung air agar melembabkan lahan gambut,” ungkap Dwikorita.
BMKG mencatat tingkat keterbakaran lahan di Riau mencapai level “sangat tinggi” pada 23 dan 24 Juli. Meskipun sempat menurun pada 25 dan 26 Juli, risiko karhutla diprediksi akan meningkat kembali pada akhir bulan Juli.
Dwikorita mengingatkan pentingnya kehati-hatian dalam menganalisis data hotspot dari satelit luar negeri. Tidak semua hotspot akurat, beberapa di antaranya bisa disebabkan oleh refleksi panas permukaan, bukan kebakaran lahan. Ia menekankan bahwa sistem SiPongi milik dalam negeri lebih andal karena mampu memantau titik panas secara real-time dan membedakan tingkat kepercayaannya.
Deputi Bidang Modifikasi Cuaca BMKG, Seto Sugiharto, menambahkan bahwa Tinggi Muka Air Tanah (TMAT) di lahan gambut Riau telah mencapai 1 meter di bawah permukaan. Upaya untuk menaikkan TMAT hingga di atas 40 sentimeter dalam seminggu ke depan menjadi prioritas, guna mencegah lahan mudah terbakar.
Saat ini, enam pesawat telah disiapkan untuk operasi TMC dan akan dioptimalkan hingga 28 Juli. Langkah ini bertujuan untuk menampung cadangan air, mengingat curah hujan diprediksi akan kembali menurun di awal Agustus.
BMKG menegaskan bahwa penanganan potensi karhutla di Riau tidak bisa dilakukan secara sektoral. Koordinasi lintas lembaga, termasuk TNI, Polri, dan masyarakat sipil, sangat diperlukan untuk menghadapi ancaman karhutla ini secara efektif.
Kerja sama yang erat antara berbagai pihak menjadi kunci keberhasilan dalam mencegah dan menanggulangi karhutla. Masyarakat juga diimbau untuk berperan aktif dalam menjaga lingkungan dan melaporkan jika menemukan titik api atau potensi karhutla.
Pemerintah daerah juga perlu meningkatkan sosialisasi dan edukasi kepada masyarakat tentang pentingnya pencegahan karhutla. Peningkatan kesadaran masyarakat akan menjadi benteng utama dalam melindungi lingkungan dari ancaman kebakaran.
Langkah-langkah preventif seperti membersihkan lahan dari material yang mudah terbakar dan menghindari pembakaran lahan harus dilakukan secara konsisten. Penegakan hukum yang tegas terhadap pelaku pembakaran lahan juga perlu diterapkan.
BMKG akan terus memantau perkembangan cuaca dan memberikan informasi terkini terkait risiko karhutla. Masyarakat diimbau untuk tetap waspada dan mengikuti arahan dari pihak berwenang.
Peringatan dini ini menjadi panggilan bagi semua pihak untuk bersatu padu dalam menjaga kelestarian lingkungan dan mencegah kerugian yang lebih besar akibat karhutla. Kesadaran dan tanggung jawab bersama menjadi kunci utama dalam menghadapi ancaman ini. D|Red.
Baca artikel menarik lainnya dari
mediadelegasi.id di GOOGLE NEWS.
mediadelegasi.id di GOOGLE NEWS.






