Oleh Johannes P. Sitanggang, S.Pd.,M.Si.
Peraturan Menteri Pendidikan Dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2020 Tentang Pendirian, Perubahan, Pembubaran Perguruan Tinggi Negeri, Dan Pendirian, Perubahan, Pencabutan Izin Perguruan Tinggi Swasta dalam pasal 69 disebutkan beberapa hal kategori pelanggaran yakni perguruan tinggi tidak mengumumkan ringkasan laporan tahunan kepada masyarakat adalah sebuah pelanggaran. Pimpinan perguruan tinggi semestinya merespon ini dengan positif sebagai bentuk pertanggunjawaban terhadap penggunaan dana kampus yang nota bene kebanyakan bersumber dari uang kuliah. Dana yang bersumber dari mahasiswa (dalam hal ini masyarakat/orang tua mahasiswa) semestinya harus dipertanggungjawabkan kepada publik. Dengan demikian publik dapat mengetahui penggunaan dana dan merasa terpuaskan akibat transfaransi.
Dalam UU Pendidikan Tinggi Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi telah mengatur hal ini yang menyebutkan akuntabilitas, salah satunya adalah perguruan tinggi harus melaporkan kegiatan kampus baik akademik maupun non akademik. Sebagai contoh, jika pimpinan perguruan tinggi mengusulkan pembukaan program studi (prodi) baru maka public harus mengetahui kapan di buka dan berapa biaya mengurus pembukaan prodi baru tersebut. Masyarakat dapat mengetahui keterlibatan siapa saja pada pengurusan prodi baru tersebut jika ditemukan ada penggelembungan dana pengurusan. Mungkin saja melibatkan banyak orang tidak hanya rektorat atau fungsionaris lain, tetapi mungkin Badan Penyelenggara dalam hal ini Pengurus Yayasan dapat juga terlibat bila ditemukan ada penggelembungan dana. Bila perguruan tingggi tersebut adalah PTN, mungkin saja penggelembungan dana dapat terjadi dalam aktivitas pengusulan prodi baru di PTN.
Mendikbud sudah membuat sebuah sistim dalam proses usulan pendirian dan perubahan perguruan tinggi serta usulan penyelenggaraan program studi (prodi), sistim ini dikenal dengan nama Sistim Informasi Pengembangan Kelembagaan Perguruan tinggi. Pada run teks sistim ini jelas tertayang ada tulisan bahwa seluruh proses usulan pendirian dan perubahan perguruan tinggi serta usulan penyelenggaraan program studi (prodi) tidak dikenakan biaya apapun. (Boleh dibuka silemkerma.kemdikbud.go.id). Oleh karena merujuk pada run teks tersebut bila perguruan tinggi membuat laporan pengeluaran biaya untuk pengusulan prodi baru maka dapat dicurigai dan mesti dilakukan investigasi terhadap ini. Dikti juga harus dipertanyakan apakah benar ada biaya pengusulan prodi baru, jika tidak dapat dipastikan pimpinan perguruan tingginya melakukan pembohongan dan dapat berlanjut pada kasus hokum.
Semangat transparansi dan akuntabilitas ini belum sepenuhnya terlihat di perguruan tinggi baik PTN maupun PTS. Dosen, mahasiswa maupun masyarakat tak pernah tahu bahkan diberitahu soal anggaran penyelenggaraan dan tata kelola pendidikan tinggi. Padahal aturan tentang ini sudah jelas. Bila semua itu tidak diinformasikan ke publik bagaimana publik bisa ikut mengawasi. Ada baiknya perguruan tinggi setiap tahun laporan tersebut juga diumumkan di laman website resmi perguruan tinggi yang bersangkutan. Hal semacam ini mungkin menjadi perguruan tinggi yang sangat didambakan oleh masyarakat. Perguruan Tinggi mestinya transparan terhadap pengelolaan dan penggunaan anggarannya, perguruang tinggi jangan lagi menggunakan paradigma lama, yaitu anggaran itu bersifat internal. Kebanyakan yang dilaporkan itu hanya kegiatan akademik; pelajaran mahasiswa, prestasi, keaktifan dosen, penilaian. Hal-hal yang berkaitan dengan keuangan masih jarang ditemukan.
Paradigma lama itu harusnya mulai diubah. Ada dua undang-undang yang mewajibkan PT untuk transparan yaitu UU PT dan UU Keterbukaan Informasi Publik. Kalau ada yang melanggar berarti perguruan tinggi (PT) melanggar dua undang-undang. Manfaat transfaransi itu sangat besar seperti penyelewengan bisa diawasi dan mutu bisa ditingkatkan karena penggunaan anggaran yang tepat. (Penulis adalah pemerhati perguruan tinggi)